Get me outta here!

Sabtu, 01 November 2014

Bapak.

Bapak satu-satunya lelaki di keluarga. Yang benerin genteng, benerin pompa air, ngecat pagar, walaupun kadang kami anak-anak perempuannya juga diminta turun tangan.
Sifat Bapak yang keras kepala menurun ke saya. Bapak yang over protected, sempet nggak ngizinin anak perempuannya untuk mengendarai motor sendiri waktu SMA, karena jarak rumah ke SMA cukup jauh dengan medan jalan yang cukup ramai dan cukup bahaya menurutnya. Saya yang keras kepala keukeuh mau bawa motor sendiri, dengan seribu satu alasan udah males naik bus. Saya nekat bawa motor, walaupun tanpa SIM. Sekali dua kali, entah meski awalnya ngomel dalam hati, Bapak luluh juga mengizinkan anak perempuannya mengendarai motor sendiri. Bahkan dibantunya untuk mendapatkan surat izin mengemudi.
Keras kepala kami juga sama kompaknya ketika saya dinyatakan nggak lolos pada seleksi UM UGM tahun 2008 silam. Ibu bilang, memang bukan rezekinya di situ. Toh saya juga sudah diterima di universitas negeri lain. tapi saya sama bapak nggak goyah pendirian untuk tetap menjajal SNMPTN. Bapak yang nganter saya daftar SNMPTN jauh-jauh sampai Jogja, berhubung kemungkinan besar saya bakal kena blacklist kalo daftar di Semarang. Bapak juga yang nganter saya buat tes di Jogja dua hari berturut-turut. Setelah pengumuman tes, saya dinyatakan nggak lolos. Saya kecewa. Bapak juga.
Bapak itu galak. Beberapa teman pernah bilang begitu. Saya mengakuinya. Teman-teman lelaki saya yang datang ke rumah akan diinterogasinya habis-habisan. Saya tahu, semua karena Bapak nggak mau saya bergaul sembarangan.
Bapak nggak pernah marah dengan ngomel-ngomel secara langsung. Bapak cukup menunjukkan marahnya dengan diam dan saya akan segera tahu ada kemarahan di matanya. Seringnya bapak akan laporan ke ibu kalau mau menegur saya. Seperti ketika Ibu bilang, Bapak nggak suka saya deket sama seorang temen lelaki waktu SMA. Entah. Saya juga nggak tahu kenapa Bapak nggak bilang langsung ke saya.
Bapak itu kolot. Masih nggak percaya sama ATM, dan yang paling bikin kesel suka nggak percaya sama anaknya sendiri. Padahal saya nggak mungkin macem-macem. Saya jadi sering membandingkan aturan Bapak dengan orangtua teman-teman lainnya, yang lebih longgar, nggak strict, dan lebih bisa menyesuaikan keadaan dengan zaman sekarang.
Bapak nggak suka anak-anaknya sering main keluar rumah. Makanya banyak yang bilang saya anak kompleks, anak rumahan dan lain sebagainya. Jam main saya dan saudara-saudara saya sangat terbatas, bahkan sampai di usia sekarang. Jaman SMA, maghrib belum sampai di rumah, handphone saya udah bunyi terus ditelponin. Padahal udah izin juga buat ngerjain tugas. Nonton pensi di SMA sendiri pun, paling lama jam 10 udah dijemput, padahal artis utama belum keluar -_-
Dasar saya keras kepala, tetep aja saya masih suka pulang nggak sesuai jadwal. Tapi semakin ke sini, entah awalnya karena biasa terpaksa mengikuti aturan atau bagaimana, saya memang nggak suka keluar malam.
Bapak yang paling berat melepas saya untuk kerja di luar kota. Bapak yang paling mendukung saya untuk melanjutkan sekolah lagi. Beda dengan Ibu yang demokratis, Bapak lebih menginginkan saya untuk following his own path, kasarnya otoriter. Bapak lebih suka saya mengajar sepertinya. Karena saya wanita, karena bapak sudah merasakan kerja di swasta. Lagi-lagi saya keras kepala, saya memilih merasakan kerasnya bekerja di perusahaan swasta. Tapi nyatanya saya kalah, seiring berjalannya waktu saya mulai menyadari maksud Bapak.
Di antara semua saudara, saya yang paling nggak dekat dengan Bapak. Mungkin karena di antara mereka saya yang paling bandel. Kian bertambah usia, semakin jarang komunikasi saya dengan Bapak. Nggak lagi ada jalan-jalan bareng, nggak lagi ada cerita yang diawali dengan kalimat 'dulu itu', nggak lagi ada cerita tentang perjuangan sekolah Bapak dulu. Saya nggak tahu kenapa. Seringnya sekarang saya justru berdebat dengan Bapak.
Saya memang sering melanggar aturan Bapak, saya sering menggerutu dengan pemikiran Bapak yang menurut saya nggak masuk akal dan kuno, saya suka nggak nurut apa kata Bapak. Tapi saya sayang Bapak. Saya bangga sama perjuangan Bapak dulu yang dari bawah banget.
Saya sedih melihat Bapak sakit. Saya sedih melihat Bapak kepayahan melakukan apa-apa. Saya.. ah saya nggak kuat nulis banyak-banyak tentang Bapak.
Lekas sembuh Bapak. Kami rindu.


Senin, 11 Agustus 2014

Y(our) Precious Childhood Moment



Each of you, definitely has your own precious childhood moment, yang pastinya bisa bikin senyum-senyum sendiri kalo diinget-inget. Hasil bongkar-bongkar barang jaman baheula yang masih tersisa beberapa waktu lalu, membuat saya teringat  "metamorfosis diri" yang saya alami dari kecil, remaja, hingga menjalani 23 tahun ini. Mungkin bisa dikasih judul, menyusuri jejak masa lalu kali ya. Hahaha. Berhubung termasuk anak kelahiran awal 90an, jadi mulai dari kebiasaan, hobi, dan barang-barang yang dipunya beda jauh sama anak-anak jaman sekarang (yang dari batita udah dibawain tablet sama emak bapaknya -_-)
And here some stuffs that has much meaning for colouring my awesome moment.
1. Koleksi perangko
semoga beberapa tahun lagi kalau dijual dapet mahal ya guys! :p
 Yang bikin pengen ketawa waktu liat album perangko ini, pas baca identitas diri di halaman depan. SLTP. What the..jaman kapan itu sebutan SMP masih Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Hahaha. Koleksi perangko ini dimulai pada awal masuk SMP. Dan sebenernya ngumpulin perangkonya nggak start dari nol juga sih, karena tinggal nerusin perangko-perangko yang dulu udah dikumpulin tante, om, dan ibu, yang entah udah dapet berapa album. Hehe. Jadi kerjaan waktu SMP dulu itu bawa-bawa album perangko ke sekolah, tuker-tukeran perangko, mintain perangkonya temen yang suka surat-suratan sama saudara-saudaranya di luar negeri, sama ngambilin perangko dari surat-surat yang dateng ke rumah. Pokoknya hunting perangko selalu. Hidup perangko! I love philately. I am a philatelist (in that moment). Kalau sekarang sih...saya bahkan nggak tahu perangko masih dicetak atau nggak :(

2. Koleksi kertas surat
kertas suratkuu unyu-unyu sekalii
 Dari SD saya udah suka ngumpulin kertas surat. Alasannya karena lucu aja punya macem-macem kertas bergambar warna-warni. Kalau ke toko alat tulis barang yang wajib dibeli ya kertas tulis ini. Nggak cukup di situ aja, kertas-kertas surat ini dimanfaatin juga dong. Saya jadi suka surat-suratan, hehe. Kirim surat ke sepupu, ke BOBO atau ke artis-artis cilik yang lagi heiiiitttss pada saat itu. Efek dari nonton petualangan sherina, film perdana yang saya lihat di bioskop, saya jadi ngefans abiieezz sama doski (pada saat itu). Alay? Alay pada jamannya itu bukan alay kan ya namanya? Saking sukanya sampai beberapa kali pula kirim surat ke doi -_-

3. Majalah BOBO dan teman-temannya
Sebagian koleksi BOBO yang tersisa, lainnya udah jatuh ke tangan saudara atau keponakan.
 Belum lengkap masa kecilmu kalau belum kenalan sama BOBO. Majalah anak-anak yang berjaya di masanya. Nggak tahu deh kalau sekarang. Saya udah jadi pembaca setia BOBO sejak harganya masih sekitar Rp. 1.500. Sempet dikasih juga, majalah BOBO lawas dari anaknya temen orangtua, harganya masih sekitar Rp. 300. Duuh tahun berapa deh itu belinya. Bayangkan kalau BOBO itu sama kayak kita-kita semua, sudah setua apa coba si BOBO. Terima kasih BOBO. Sudah mengajariku menulis dan membaca, juga menghiburku dengan cerita-cerita lucumu #ilovebobo #temanbermaindanbelajar #temanbobo #savebobo

4. Tabloid Fantasi dan sejenisnya
baca ini duluu biar nggak ketinggalan informasi yg up to date
 Kalau waktu SD bacaannya BOBO, menginjak SMP bacaannya jadi tabloid. Yang sering saya baca saat itu judulnya tabloid Fantasi. Kadang-kadang juga baca tabloid Gaul, biar gaul gitu. Masa SMP ini kayak masa peralihan ya. Udah nggak anak-anak, tapi kalau mau disebut remaja juga nanggung. Baca tabloid gini sih cuma karena suka baca cerpen-cerpen atau berita-berita artis yang lagi ngetren. Diih..gosiip banget ya gueeee. Sekarang udah tobat ah. Hahaha.

5. Majalah GADIS, KAWANKU, dan lainnya.
GADIS, bacaannya para gadis remaja :)

KAWANKU, pasti jadi kawan kita semua *mau promosi tapi failed banget*
 And finally...tadaaaa!!! Waktu SMA bacaannya naik kelas jadi baca majalah GADIS dan KAWANKU. Remaja cewek bangeeet kan bacaannya :p Selain dua majalah tadi, Olga, Aneka Yess, atau Go Girl juga jadi favorit. Kalau dulu di kelas sih biasanya ada yang suka bawa majalah-majalah cewek gini, terus pas pelajaran suka diputerin gitu ke anak-anak sekelas. Jangan dicontoh yah adek-adek. Pada saat pelajaran hendaknya kalian belajar yang rajin, bukan baca majalah remaja yang dirajinin. Berhubung bacaannya anak SMA, tips-tips mulai dari pergaulan, ramalan bintang, kesehatan, pertemanan, kecantikan, sampai cinta monyet juga tersedia di sini. Komplit. Pokoknya majalah-majalah ini kalau dibaca sekarang bikin geli sendiri. Pernah yah saya se"remaja" itu? *cubit lengan sendiri*

Sudah lebih di usia kepala dua, sekarang jatahnya sih baca Femina atau Kartini gitu ya. Tapi berhubung kantong cekak, bacanya numpang di public area aja deh, waktu nunggu servis motor atau dokter gigi contohnya. Hahaha. Lagipula kemudahan ber"online" kapanpun, di manapun juga membuat kita nggak harus susah-susah dateng ke loper majalah buat  beli majalah atau tabloid kesukaan. That's why (may be) some magazine publishers have troubles to increase their sales. Dengan kata lain, penjualannya pasti turun karena tergerus penggunaan digital media. Yaah mau gimana lagi, waktu terus berjalan, zaman juga berubah

Everyone has its own memories, save yours. And someday, don't forget to catch your own back. It will heal you from your missing in your past moment. Blissful love! kisses:)

Minggu, 06 Juli 2014

Pemilik Semesta Keren ya :')

Pasca kelulusan S1, entah mengapa saya jadi lebih merasa peka terhadap hal-hal yang membuat saya jadi berpikir betapa super kerennya Tuhan pemilik semesta raya. Banyak kejadian yang bikin saya bergumam dalam hati, "kok bisa ya?"
Sederhana sih sebenernya, tentang pertemuan yang terasa nggak sengaja tetapi sebenarnya semua sudah direncakan Tuhan. Atau tentang manusia-manusia yang ternyata saling terkoneksi satu sama lain di semesta yang super duper luas ini *ini ngomongin apa sih sebenernya. kenapa kata semesta diulang berkali-kali. biarin. suka-suka saya, saya lagi pengen aja*
Jadi, pernah nggak sih ngalamin kalau teman kita di lingkaran pertemanan A ternyata bisa kenal sama teman kita lainnya di lingkaran pertemanan B. Terus setelah itu saya cuma bisa bilang, "wah, kok bisa..dunia sempit ya ternyata"
Sepele memang, tapi kalau dibayangin dari bermilyar-milyar penduduk dunia, oke kita sempitkan saja jadi 250juta penduduk Indonesia, probabilitas dua orang saling kenal kan lumayan kecil.
saya : "haloo apakabar? udah lama banget nih nggak ketemu. sekarang domisili mana?"
seorang teman : "alhamdulillah baik. iyaa nih. sekarang aku kerja di X di Sumatra, ketemu sama temen baikmu si A"
s : "Oh ya? temen SMAku ituu. kok bisa..dunia sempit ya tenyata"
 Itu percakapan tiba-tiba lewat whatsapp antara saya dan seorang teman yang lost contact sudah cukup lama. Sekarang dia bekerja di oil service company ternama..dan ternyata dia menjadi partner dari teman SMA saya. Siapa sangka? What an amazing universe!
Teman kuliah saya di Jogja pernah whatsapp saya suatu ketika, "kenal sama si B nggak?" Saya jawab, "temen SMAku ituuu. kok bisa tau?" Katanya, "aku barusan kenalan. dia temennya temenku yang kemarin aku ceritain mau daftar kuliah di sini"
Meskipun sedikit complicated (temennya temenku), hahaha, tapi pada akhirnya tetap berujung kami yang saling terkoneksi satu sama lain. Atau tiba-tiba teman saya di Jogja bertanya "kenal sama si C nggak? kemarin aku ketemu waktu tes kerja. dia dari Undip katanya" Ya iyalaah, dia temen saya sejurusan, seangkatan pula -_-
Beberapa waktu kemudian teman yang sama tiba-tiba wa saya, "aku ketemu lagi nih sama temenmu, si D sama si E. mereka dari sipil sama elektro Undip, katanya temen SMAmu," Teman saya ini lagi proses tandatangan kontrak setelah dinyatakan lolos dari tes kerja yang diikutinya kemarin. Dan sebenernya masih banyak kejadian yang bikin saya berucap "dunia sempit ya"
Tentang pertemuan yang tiba-tiba juga begitu. Dulu, setiap pulang naik kereta dari Jakarta ke Semarang atau sebaliknya, sering banget ketemu sama orang-orang yang entah sudah kenal baik atau sekadar kenal saja. Herannya, dari sekian banyak orang yang ada di stasiun atau dari sekian banyak pilihan jadwal pulang kenapa bisa pas ketemu gitu ya sama mereka. Kalau kata Gusti Allah, "Tentang pertemuan, tidak ada yang kebetulan. Semua sudah digariskan pada rencana Tuhan"
Suatu ketika, saya dalam perjalanan balik dari Semarang ke Jakarta dengan seorang teman SMA menggunakan kereta ekonomi *jangan tanya kenapa, biar ekonomis aja* Berhubung naiknya kereta ekonomi, duduknya pun harus hadap-hadapan sama penumpang di depan, dengan model kursi tegak lurus alias 90 derajat menopang punggung *pegel mameeen* Seperti biasa, awal perjalanan sebelum ngantuk saya rumpi cerita-cerita cantik dulu sama teman saya ini. Topiknya tentu saja tentang nostalgila SMA karena kami satu sekolah. Setelah beberapa waktu bercakap-cakap, tiba-tiba mas-mas di depan saya memotong pembicaraan, "mbak boleh gabung nggak? saya alumni sma 3 juga loh, angkatan xx (angkatan 90an gitu deh saya lupa)" Saya dan teman saya shock, berarti dari tadi kami ngobrol seenak jidat mas-mas ini ngerti dong -_-
Mas-mas di depan ini kemudian bercerita bahwa dirinya sedang dinas di Jakarta. Sebagai seorang TNI, dirinya harus LDR dengan istrinya yang seorang dosen Fakultas Kedokteran Unisula Semarang, yang ternyata teman SMA-nya juga -_- Jadilah kami ngobrol ngalor ngidul bertiga. "dek, dapet salam si F, si G, dll (teman-teman seangkatan saya di SMA). Saya dulu paskibra, jadi masih sering kontak-kontakan sama mereka di grup BB" kata mas-mas satu almameter yang saya lupa namanya itu. Alhamdulillah, kecanggihan teknologi bisa mendekatkan yang jauh. Semoga nggak menjauhkan yang dekat :p
Pertemuan yang mengejutkan lagi-lagi terjadi pada saat saya lagi nunggu kereta di Gambir. Saya yang kehabisan tiket mudik Lebaran, akhirnya harus nongkrong sendirian di Stasiun Gambir menunggu jadwal keberangkatan kereta saya. Di saat lagi duduk-duduk dan mencoba menyibukkan diri sendirian dengan baca-baca biar nggak keliatan kayak anak ilang di stasiun, tiba-tiba ada sosok wanita sebaya yang lagi seret-seret koper berisik di depan saya. Saya mendongak, dia lihat ke arah saya, saya lihat ke arah dia, kami lihat-lihatan untuk beberapa detik. Sampai akhirnya kami kompakan tertawa sambil berkata, "kok bisa ya ketemu di sini," Ternyata lagi-lagi pertemuan tanpa rencana dengan si H seorang teman baik semasa kuliah. Setelah itu kami saling bercerita keadaan masing-masing dan apa saja yang terjadi pasca kelulusan *btw, kayak apaan aja yah*, tidak lupa foto selfie alay cantik dulu sebelum akhirnya teman saya berpamitan karena keretanya sudah tiba.
ini cemilan waktu di kereta. nggak nyambung ya? iya, emang.
Btw, ini hasil selfie pertemuan tak terduga di stasiun Gambir
Beberapa waktu kemudian, saat arus balik dari Semarang ke Jakarta, lagi-lagi ada momen pertemuan mengejutkan di dalam kereta. Waktu itu saya naik kereta bisnis, jadi duduknya nggak perlu hadap-hadapan lagi, haha. Ada mbak-mbak yang duduk di depan saya, kelihatannya kenal nih. Tapi nggak berani nyapa duluan berhubung cuma lihat dari belakang. Kalau salah orang kan maluu boook. Tiba-tiba saya nggak sengaja batuk-batuk, dan mbak-mbak di depan saya noleh ke belakang. Jadi, ini hikmah saya kena flu pasca lebaran -_- Ternyata mbak tadi adalah kakak kelas saya waktu SMA. Karena bangku sebelah mbak I kosong, saya pindah duduk di situ. Dan sudah bisa ditebak, kami ngobrol ngalor-ngidul begituu, cerita tentang mbak I yang hijrah ke Bogor untuk kerja di salah satu perusahaan developer ternama sampai cerita soal pacarnya mbak I sedari SMA. Wuidiiih. Jadi rumpi banget nih. Hahaha. Sebelum turun dari kereta, kami nggak lupa foto selfie cantik dulu walaupun muka udah kucel *jangan tanya kenapa harus pake acara foto tiap ketemuan sama orang, sayapun tak tahu jawabannya*
Cerita yang menurut saya sedikit lucu juga dialami seorang teman SMA saya. Perkenalan yang entah bagaimana membuat dia jadian sama seseorang yang ternyata adalah kakak kelas waktu SMA. Padahal semasa SMA, dia sama sekali nggak tahu-menahu apalagi kenal sama si masnya itu :0
Atau cerita yang kedengarannya dongeng banget yang pernah saya baca waktu blogwalking. Si pria ternyata sudah pernah berkenalan dengan si wanita ketika mereka masih duduk di bangku sekolah dasar. Hanya sekadar perkenalan bocah biasa. Sampai akhirnya, siapa sangka sepuluh tahun kemudian mereka dipertemukan kembali, lalu menikah. Si wanita lupa pertemuan pertama mereka, namun si pria tidak. Perkenalan yang cuma beberapa menit itu ternyata masih diingatnya, sampai akhirnya mereka bertemu lagi ketika sudah sama-sama dewasa.
Cara Tuhan untuk mengatur pertemuan dari setiap kita kadang-kadang terasa comical banget yah. Hehe. Tapi nyatanya toh memang begitu yang dikehendaki Tuhan dan kita menikmatinya. Saya sangat menikmatinya. Semakin dewasa seseorang, lingkaran pertemanannya jadi makin luas, karena entah bagaimana ternyata setiap dari kita jadi terkoneksi satu sama lain. Dan semua pasti setuju, rasanya senang punya banyak kenalan yang tersebar di semesta, at least Indonesia dulu kali ya, hehe. Sebab ke manapun kaki-kakimu melangkah, kamu nggak akan kesepian. Ada mereka-mereka yang bisa jadi teman minum kopi atau sekadar berbincang ringan tentang apa-apa yang terjadi pada kalian di masa dahulu atau berbagi bersama tentang rencana masa depan.
"Ja, enak kali ya kalau ternyata jodoh kita adalah orang baru yang sebenernya nggak baru-baru amat gitu, nggak jauh-jauh dari lingkungan yang sama kayak kita. Maksudnya, mungkin kita emang belum pernah kenal atau belum terlalu mengenal dia, tapi sebenernya dia berada dekat di dalam lingkaran kehidupan kita. Mungkin kita aja yang ‘nggak ngeh’ kalau sebenernya 'dia sudah ada' Jadi kita nggak perlu repot-repot cari tahu tentang dia lebih dalam, karena yang masuk ke dalam lingkaran kehidupan kita udah pasti orang-orang pilihan," kata saya pada seorang teman suatu hari. Dia cuma manggut-manggut saja. Pemilik semesta keren ya :’)

Kamis, 26 Juni 2014

Habibie, Tak Boleh Kenal Lelah dan Kalah!

"Habibie, Tak Boleh Kenal Lelah dan Kalah!", kalian-kalian juga yah

Saya adalah satu dari sekian banyak penggemar berat Pak Habibie. Kharismanya, kecerdasannya, kesetiaannya, dan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya bikin melting para wanita yang mengenal beliau. Termasuk kamu-kamu sekalian kan. Ngaku aja deh ;p
Sudah banyak buku yang mengulas tuntas seorang Bacharuddin Jusuf Habibie, baik mengenai kehidupannya maupun jejak pemikirannya. Salah satunya adalah buku yang berjudul “Habibie, Tak Boleh Kenal Lelah dan Kalah” karangan Fachmy Casofa. Awalnya saya berniat untuk membeli buku ini sendiri, tetapi berhubung ada seorang teman yang berbaik hati untuk meminjamkan, jadilah anggarannya dialihkan buat beli yang lain saja. Maklum, mahasiswa. Hehee~
Di dalam buku ini sebenarnya tidak banyak diulas mengenai kehidupan pribadi Habibie. Kehidupan Habibie hanya diceritakan secara garis besar saja. Sebagian besar isi buku menampilkan koleksi foto Habibie dan keluarganya, mulai dari Habibie kecil, remaja, hingga pada saat menjabat sebagai presiden. Selain itu yang menarik adalah buku ini dilengkapi dengan 50 gagasan brilian dari Habibie yang diperuntukkan bagi generasi muda Indonesia. Iya, kalian-kalian yang entah sadar atau tidak, adalahanak muda yang kelak dipercaya memegang tongkat estafet perjuangannya. Penerus bangsa dengan segala ide kreatifnya, dengan segala gagasan cerdasnya, dengan segala daya juangnya. untuk Indonesia. Kalau bukan kita, siapa lagi yang peduli pada bangsa sendiri. MERDEKA! *maaf capslock karna kebawa suasana*
BJ Habibie lahir pada 25 Juni 1936 di Pare-Pare, dengan darah campuran Sulawesi-Yogyakarta. Sejak kecil, Habibie sudah menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi terhadap segala hal. Habibie kecil gemar membaca buku-buku yang sarat ilmu untuk menjawab segala pertanyaan yang muncul di kepalanya. Meskipun dari kecil sudah menjadi seorang ‘kutu  buku’, Habibie juga menikmati masa kecilnya dengan bermain layang-layang, kelereng, ataupun berenang. See? Hidup harus tetep balance kan? Hahaha
“Maka, melihat seorang bocah yang sudah gemar membaca buku sarat ilmu padahal teman sebayanya masih berkutat dengan kelereng, tentu kita sudah bisa menebak perbedaan besar apa yang akan terjadi pada mereka kelak. Ah, memanglah sesiapa sejak dini telah bersiap menjadi orang besar, di masa besarnya akan banyak kesempatan baginya untuk membuat perubahan besar!”
Heeem..memang yaa..di mana-mana yang namanya orang besar membangun ‘kebesarannya’ nggak cuma butuh waktu sehari dua hari saja, tapi sejak dari bertahun-tahun lamanya. Berani menjadi beda (dalam konteks hal positif loh ya), bukan cuma biasa tapi luar biasa. Jadi, buat yang masih suka berleha-leha nggak karuan, lakukan perubahan segera selagi masih ada kesempatan *oke, ini saya lagi selftalk*
Masa SMP dan SMA Habibie dihabiskannya di kota Bandung, kota tempat pertama kali beliau mengenal Hasri Ainun Besari. Selepas SMA, Habibie melanjutkan pendidikannya di ITB sesuai dengan cita-citanya sedari kecil yang ingin menjadi insinyur. Namun, baru 6 bulan menempuh pendidikan di sana, beliau melanjutkan kuliahnya ke Aachen, Jerman dengan jurusan Konstruksi Pesawat Terbang. Pada  usia 23 tahun beliau sudah berhasil menyelesaikan pendidikannya dengan gelar Diplom Ingenieur (S2) dengan predikat nilai magna cumlaude. Usai menamatkan pendidikannya, Habibie lantas bekerja di Jerman. Pada suatu kesempatan, ketika Habibie pulang ke tanah air, takdir mempertemukan beliau kembali dengan Ainun, teman masa SMA yang sempat ditaksirnya. Saat itu Habibie yakin bahwa Ainun adalah jodohnya. After some years, they’ve chosen their own life. Separated by miles to miles, but love always have its  way for coming back. Dia tahu kepada siapa harus berpulang pada waktu yang tepat. Ini yang namanya kalau jodoh nggak ke mana. Hahaha
Hal yang paling membahagiakan perihal cinta yang sebenarnya adalah ketika keyakinan dan kesiapan dipertemukan. Komitmen bukan hanya janji pada kata antara dia dan kamu saja, melainkantak gentarberikrar disaksikan orangtua dan Allah SWT. Bukan hanya bahagia, tapi juga diberkati dengan limpahan penuh pahala. Duuh #jleeeb #bisabangetsayangomongnya #inimasihteori #akurapopo
Setelah menikah, Habibie dan Ainun tinggal di Jerman karena Habibie harus meneruskan kuliah doktoralnya. Setelah cukup lama tinggal di Jerman dan membangun kariernya di sana, Habibie dan keluarganya pulang ke Indonesia, tentunya dengan semangat dan bekal yang sudah disiapkannya untuk membangun tanah air tercinta.
Beberapa dari 50 gagasan brilian Habibie yang cukup ngena di saya, di antaranya :

  1.          “Karakter terbentuk dalam proses pembudayaan yang dibina oleh keluarga pada umumnya, khususnya Ibu. Oleh karena itu, Ibu harus diberi kemampuan dan kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dalam membesarkan anak sejak lahir sampai selesai pendidikan sesuai karakter, bakat, dan pembawaannya untuk menjadi terampil, produktif, dan bertanggung jawab” I couldn’t agree more Pak! Saya sepakat. Setiap individu lahir, tumbuh, dan berkembang berawal dari keluarganya. Jadi yang membentuk pribadi anak mau diarahkan ke hal positif atau mau nyasar ke hal negatif adalah keluarga. Sebagai orangtua harus pintar-pintar mendidik anak-anaknya (bukan hanya mengajar saja). Saya percaya, keberhasilan anak adalah buah kerja keras orangtuanya juga yang sudah ‘memolesnya’ sedemikian rupa sehingga menjadi putra putri kebanggan mereka. Ibu sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya, dengan apapun profesinya nanti harus mau dan mampu memperkaya diri dengan pengetahuan, dengan pendidikan. You teach a man, you teach a man. You teach a woman, you build a generation.Buat semua ibu dan calon ibu, noted yaa!
  2.     “Apa yang membuat saya begitu mencintai Indonesia, sehingga berani meninggalkan karier di Jerman adalah karena proses pembudayaan yang diberikan oleh orangtua saya dan keyakinan bahwa jikalau bukan “anak bangsa” yang membangun Indonesia sesuai UUD, jangan harapkan orang lain membangunnya!” Nah, ini juga hasil didikan dari keluarga. Sedari kecil Habibie sudah dibesarkan dalam keluarga yang mencintai tanah air mereka. Habibie sadar, potensi yang beliau miliki, perjuangannya menimba ilmu bertahun-tahun hingga negeri seberang, tak lain adalah untuk membangun kembali negara tercintanya.
  3.        “Cita-cita saya sejak kecil ialah menjadi ‘ahli rekayasa bidang teknik’ atau juga dikenal sebagai insinyur. Mengetahui dan memiliki cita-cita sejak dini amat penting, karena dapat menjadi semangat pendorong dan yang mengarahkan pencapaian cita-cita tersebut” Yes. Hidup akan menjadi lebih terarah kalau kita punya tujuan. Mau ke mana kita setelah ini? Lalu jika sudah begini mau apalagi? Dan seterusnya, dan seterusnya. Saya termasuk yang nggak setuju sama filosofi ‘hidup mengalir aja kayak air’ Air kan mengalirnya ke bawah, terus? Hahaha. No offense yaa..tiap orang punya pegangan hidup sendiri-sendiri. Tapi buat saya, dengan adanya tujuan, hidup jadi lebih indah dan bergairah. Hahaha. Walaupun harus jatuh bangun dan kadang takdir Tuhan nggak sesuai sama rencana kita. Selama masih ada kesempatan memperjuangkan, ya kenapa enggak? Kadang langkah kita memang harus terseok-seok dulu, sebelum akhirnya Tuhan berkata ‘iya’ setelah melihat kesungguhan kita.
  4.     “Syarat sebuah Negara untuk menjadi besar, berdikari, dan kukuh, adalah jika dapat mengandalkan pada sumber daya manusia yang merdeka, bebas, bertanggung jawab, terampil, bekerja produktif, berdaya saing besar, dan berbudaya” Jadi, yang perlu dibangun terlebih dahulu adalah manusianya. Kalau berdasarkan kuliah-kuliah nih yaa..negara kita ini merupakan system yang terdiri dari komponen-komponen yang saling beraksi dan berinteraksi di dalamnya untuk mencapai tujuan bersama. Komponennya adalah manusia-manusia Indonesia itu sendiri. Untuk pencapaian yang luar biasa, bergantung pada bagaimana komponen-komponen di dalamnya. Kalau kualitas masing-masing individu menjadi lebih baik lagi, kemudian saling bersinergi, yang terjadi adalah...saya jadi inget kalimat yang dikatakan dosen pada sebuah kuliah, “The whole is more than sum of the parts –Aristotle.”Pencapaian yang dihasilkan dari sinergi ini tidak hanya sekadar ‘akibat’ penjumlahan dari masing-masing komponennya, tapi lebih dari itu. Bangun manusia-manusianya, maka hasilnya adalah Indonesia yang luar biasa :) Sayangnya, menurut Habibie, Indonesia justru mengandalkan pada kekayaan sumber daya alam bukan pada kemampuan sumber daya manusia. Padahal alam akan habis dieksplorasi pada masanya. Sedangkan manusia? Kita dianugrahi Tuhan dengan akal dan pikiran yang takkan pernah habis untuk dieksplor terus menerus.
Indonesia,  you have to find somebody else like Bacharuddin Jusuf Habibie and I’m sure, there are many ‘Habibie-Habibie’ who always keep studying, trying, praying, and fightingfor their better country.They convinced me that you’ll be great someday. Oh no, I mean you’ll be greater soon.  Mari bersama-sama membanggakan Indonesia dengan jalan dan cara masing-masingdi bidangnya. Salam inspirasi dan sukses selalu :)

Yogyakarta, 25 Juni 2014
ditulis pada ulangtahun Habibie yang ke-78
Selamat ulangtahun Bapak kebanggan Indonesia :)
Keep spirit, keep inspiring. Semoga tekad dan semangat juang yang tinggi, mengalir juga pada kami, penerus bumi pertiwi.

Selasa, 06 Mei 2014

Pejuang yang dilahirkan Ibu kita, tentang Anies Baswedan



Melunasi Janji Kemerdekaan

 Awalnya saya merasa nasionalisme itu hanya ada di dalam televisi atau di dalam cerita buku sejarah saja. Tetapi ternyata tidak, ketika saya membaca biografi Anies Baswedan, “Melunasi Janji Kemerdekaan”. Saya merinding, darah nasionalisme saya mendadak seakan bergejolak. Ini bukannya berlebihan. Tapi nyatanya semangat memerdekakan Indonesia seutuhnya dari Pak Anies menjadi benar-benar dirasakan.
Buku ini sebenarnya sudah lama ingin saya beli. Sayangnya mungkin karena keinginan yang “kurang sungguh-sungguh” saya tidak secara khusus menyempatkan waktu ke toko buku untuk membelinya. Akhirnya, kunjungan nggak sengaja malam itu ke Toga Mas membuat saya tanpa pikir panjang langsung membawa pulang buku karya Muhammad Husnil ini, tentunya dengan membayarnya terlebih dahulu ke kasir. Hehe. Buku seharga Rp. 60.000 dengan diskon 15%, harganya tak seberapalah dengan segala yang saya dapat setelah membacanya.
Saya kagum dengan pak Anies, sama kagumnya saya akan kecerdasan Pak Habibie atau ke-charming-an Pak Gita Wirjawan *ehh. Saya pertama kali mendengar nama Anies Baswedan sekitar awal tahun 2012 pada saat masih menjadi mahasiswa tingkat akhir di Semarang *mungkin bisa dibilang telat juga ya. Tapi tak apa daripada tak tahu dan tak mau tahu sama sekali* Saya hanya mengetahui beliau sebagai seorang rektor Universitas Paramadina dan penggagas Gerakan Indonesia Mengajar yang sedang booming-boomingnya. Tapi pada saat itu entah mungkin belum terlalu terlalu tertarik atau karena masih sibuk dengan skripsi, saya tidak benar-benar mencari tahu siapa beliau. Baru pada pertengahan tahun 2013, rasa penasaran saya yang cukup tinggi mengantarkan saya pada jawaban dari pertanyaan kenapa Anies Baswedan menjadi sangat popular terutama di kalangan muda. Entah benar atau tidak, tapi setahu saya di Indonesia baru Anies Baswedan yang mampu menggerakkan hati kalangan muda-mudi di Indonesia yang identik dengan skeptis dan apatis terhadap negaranya menjadi bersedia untuk turun tangan, tidak sekadar urun angan. Melalui Gerakan Indonesia Mengajar, Kelas Inspirasi, maupun Indonesia Menyala, Pak Anies berhasil merangkul dan meyakinkan generasi muda Indonesia untuk berpartisipasi melakukan suatu kehormatan bukan pengorbanan dalam membangun bangsanya. Menurutnya, lebih baik menyalakan lilin daripada hanya sekadar mengutuk kegelapan.
Buku ini menceritakan kehidupan Anies Baswedan, dari kecil hingga kini dengan narasumber keluarga dan teman dekat pak Anies, selain Anies Baswedan sendiri tentunya. Anies Baswedan sedari kecil sudah terlihat memiliki bibit-bibit kepemimpinan dan menurut saya, beliau sudah terlihat akan menjadi seorang yang luar biasa suatu hari nanti. Beliau menghabiskan masa kecil dan mengenyam pendidikan hingga S1 di Yogyakarta. Semasa kanak-kanak, sekolah hingga kuliah, beliau cukup aktif dan menonjol di antara teman-temannya. Walaupun  bukan merupakan murid terpintar di sekolah, bahkan sempat gagal masuk ke SMA idamannya karena NEMnya tidak mencukupi, tapi prestasi yang berhasil diraih beliau cukup luar biasa. Kemampuan berorganisasinya jangan ditanya lagi. Ketika SMP dan SMA beliau aktif di OSIS sekolah, sempat pula pada saat SMA menjalani pertukaran pelajar selama satu tahun di Amerika Serikat yang diselenggarakan oleh AFS. Pada saat kelas 3 SMA Anies Baswedan juga bergabung di TVRI Yogyakarta, dalam acara Tanah Merdeka. Sedangkan masa kuliahnya pun diisi dengan aktif pada organisasi kemahasiswaan di kampusnya, Universitas Gadjah Mada. Anies Baswedan menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi. Saya sendiri belum pernah menemui secara nyata sosok mahasiswa dengan kiprah seperti beliau, sebagai aktivis mahasiswa yang cerdas dan berani. Dalam kehidupan saya sebagai mahasiswa, saya sih jauh banget dari situ, hahaha.  Beliau dengan terang-terangan berani mengkritisasi pemerintah, tetapi dengan bahasa yang lugas dan santun, tidak seperti demo bakar-bakaran mahasiswa-mahasiswa urakan yang akhir-akhir ini sering saya tonton di TV. Pliiiss ya kalian teman-teman mahasiswa, kalau kalian nggak bisa ikut memecahkan masalah setidaknya kalian jangan nambah-nambahin masalah dengan menyusahkan orang-orang yang nggak bersalah.
Anies Baswedan tidak hanya mengkritisasi, tetapi juga mampu menawarkan ide-ide solutif yang cerdas serta yang paling penting realisasinya gaeeess!! Salut! Selain dengan seabrek aktivitasnya di luar sekadar kuliah saja, beliau juga berhasil mendapatkan beasiswa Japan Airlines (JAL) Foundation melalui memenangkan kompetisi esai mengenai Lingkungan dan Pembangunan. Selama menjalani kuliah master dan doktoral di Amerika Serikat-pun Anies Baswedan masih sering memantau perkembangan tanah air melalui teman-temannya dan sesekali mengirimkan tulisannya ke beberapa surat kabar Indonesia. Untuk menambah peghasilan selama hidup di negeri orang karena tak bisa sepenuhnya menggantungkan diri pada beasiswa, beliau pun tak segan bekerja sebagai asisten peneliti laboratorium yang bertugas membersihkan tempat ulat yang diteliti setiap harinya. Fiuuh...padahal mungkin kalau Pak Anies memutuskan bekerja, bukan melanjutkan kuliahnya, penghasilan yang didapatkan pasti cukup besar. Tidak perlu berhemat dan mengencangkan ikat pinggang. Tapi begitulah..demi belajar, nggak ada lagi yang namanya berorientasi materi.
Pak Anies..balanced banget sih pak hidupnya..kasih saya tipsnya dong pak ;) Kata beliau, “IPK tinggi hanya mengantarkan sesorang sampai wawancara kerja, kepempimpinan dan karakterlah yang mengantarkannya ke gerbang kesuksesan” Setuju pak!! Intelektual itu penting, tapi sikap lebih penting!
Satu hal yang paling-paling bikin saya nggak bisa nggak setuju alias saya merasa sepemikiran banget sama beliau adalah tentang kriteria Pak Anies dalam hal pekerjaan, yaitu memungkinkan secara intelektual tumbuh, bisa menjalankan tanggungjawab sebagai ayah dan suami dengan baik, serta mampu meberi pengaruh sosial yang baik kepada lingkungannya. Duuh pak, saya setuju bangeeet, itu bener-bener merangkum cita-cita saya bangeeet pak, tentunya dengan mengubah kata suami dan ayah menjadi istri dan ibu. Hehehe. Oh ya pak, yang kayak pak Anies gitu ready stock nggak ya pak? Saya mau satu dong pak ;p
Sekarang beliau berprofesi sebagai seorang tenaga pendidik, profesi yang memenuhi tiga kriteria yang diinginkannya dalam pekerjaan. Mendidik adalah tanggung jawab dari setiap orang yang terdidik. Beliau mencoba menularkan semangatnya kepada kita semua, kepada kalangan muda, kepada pemilik kaki-kaki gesit yang beliau rasa mampu meneruskan langkah perjuangannya untuk melunasi janji kemerdekaan. Bahwa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia perlu segera ditegakkan. Lewat jalan pendidikan, Anies Baswedan melakukan berbagai upaya untuk mewujudkannya, memberi jalan keadilan beruoa perhatian terhadap pemerataan dunia pendidikan di Indonesia. “Manusia yang terdidik dan tercerahkan adalah kunci untuk mempercepat pelunasan janji kemerdekaan kita”
Mata saya menjadi sedikit terbuka, apalah arti menjadi apatis dan tak peduli. Walaupun tak banyak tahu soal politik..tapi saya pikir ini bukan perkara politik. Untuk berbuat sesuatu tak harus menunggu jadi presiden dulu bukan? Satu dari kita mungkin hanya bisa menyalakan satu lilin saja, tapi ketika ada banyak yang bersedia turun tangan, bukan tak mungkin untuk membuat Indonesia bercahaya lebih dari lainnya. Sekecil apapun kebaikan yang dilakukan, setiap dari kita pasti memiliki peran. Sebab sesuatu tidak harus selalu dimulai dari hal-hal yang besar. Mengubah manusia Indonesia itu sesungguhnya mengubah Indonesia
Salam inspirasi dan sukses selalu! :)