Get me outta here!

Selasa, 06 Mei 2014

Pejuang yang dilahirkan Ibu kita, tentang Anies Baswedan



Melunasi Janji Kemerdekaan

 Awalnya saya merasa nasionalisme itu hanya ada di dalam televisi atau di dalam cerita buku sejarah saja. Tetapi ternyata tidak, ketika saya membaca biografi Anies Baswedan, “Melunasi Janji Kemerdekaan”. Saya merinding, darah nasionalisme saya mendadak seakan bergejolak. Ini bukannya berlebihan. Tapi nyatanya semangat memerdekakan Indonesia seutuhnya dari Pak Anies menjadi benar-benar dirasakan.
Buku ini sebenarnya sudah lama ingin saya beli. Sayangnya mungkin karena keinginan yang “kurang sungguh-sungguh” saya tidak secara khusus menyempatkan waktu ke toko buku untuk membelinya. Akhirnya, kunjungan nggak sengaja malam itu ke Toga Mas membuat saya tanpa pikir panjang langsung membawa pulang buku karya Muhammad Husnil ini, tentunya dengan membayarnya terlebih dahulu ke kasir. Hehe. Buku seharga Rp. 60.000 dengan diskon 15%, harganya tak seberapalah dengan segala yang saya dapat setelah membacanya.
Saya kagum dengan pak Anies, sama kagumnya saya akan kecerdasan Pak Habibie atau ke-charming-an Pak Gita Wirjawan *ehh. Saya pertama kali mendengar nama Anies Baswedan sekitar awal tahun 2012 pada saat masih menjadi mahasiswa tingkat akhir di Semarang *mungkin bisa dibilang telat juga ya. Tapi tak apa daripada tak tahu dan tak mau tahu sama sekali* Saya hanya mengetahui beliau sebagai seorang rektor Universitas Paramadina dan penggagas Gerakan Indonesia Mengajar yang sedang booming-boomingnya. Tapi pada saat itu entah mungkin belum terlalu terlalu tertarik atau karena masih sibuk dengan skripsi, saya tidak benar-benar mencari tahu siapa beliau. Baru pada pertengahan tahun 2013, rasa penasaran saya yang cukup tinggi mengantarkan saya pada jawaban dari pertanyaan kenapa Anies Baswedan menjadi sangat popular terutama di kalangan muda. Entah benar atau tidak, tapi setahu saya di Indonesia baru Anies Baswedan yang mampu menggerakkan hati kalangan muda-mudi di Indonesia yang identik dengan skeptis dan apatis terhadap negaranya menjadi bersedia untuk turun tangan, tidak sekadar urun angan. Melalui Gerakan Indonesia Mengajar, Kelas Inspirasi, maupun Indonesia Menyala, Pak Anies berhasil merangkul dan meyakinkan generasi muda Indonesia untuk berpartisipasi melakukan suatu kehormatan bukan pengorbanan dalam membangun bangsanya. Menurutnya, lebih baik menyalakan lilin daripada hanya sekadar mengutuk kegelapan.
Buku ini menceritakan kehidupan Anies Baswedan, dari kecil hingga kini dengan narasumber keluarga dan teman dekat pak Anies, selain Anies Baswedan sendiri tentunya. Anies Baswedan sedari kecil sudah terlihat memiliki bibit-bibit kepemimpinan dan menurut saya, beliau sudah terlihat akan menjadi seorang yang luar biasa suatu hari nanti. Beliau menghabiskan masa kecil dan mengenyam pendidikan hingga S1 di Yogyakarta. Semasa kanak-kanak, sekolah hingga kuliah, beliau cukup aktif dan menonjol di antara teman-temannya. Walaupun  bukan merupakan murid terpintar di sekolah, bahkan sempat gagal masuk ke SMA idamannya karena NEMnya tidak mencukupi, tapi prestasi yang berhasil diraih beliau cukup luar biasa. Kemampuan berorganisasinya jangan ditanya lagi. Ketika SMP dan SMA beliau aktif di OSIS sekolah, sempat pula pada saat SMA menjalani pertukaran pelajar selama satu tahun di Amerika Serikat yang diselenggarakan oleh AFS. Pada saat kelas 3 SMA Anies Baswedan juga bergabung di TVRI Yogyakarta, dalam acara Tanah Merdeka. Sedangkan masa kuliahnya pun diisi dengan aktif pada organisasi kemahasiswaan di kampusnya, Universitas Gadjah Mada. Anies Baswedan menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi. Saya sendiri belum pernah menemui secara nyata sosok mahasiswa dengan kiprah seperti beliau, sebagai aktivis mahasiswa yang cerdas dan berani. Dalam kehidupan saya sebagai mahasiswa, saya sih jauh banget dari situ, hahaha.  Beliau dengan terang-terangan berani mengkritisasi pemerintah, tetapi dengan bahasa yang lugas dan santun, tidak seperti demo bakar-bakaran mahasiswa-mahasiswa urakan yang akhir-akhir ini sering saya tonton di TV. Pliiiss ya kalian teman-teman mahasiswa, kalau kalian nggak bisa ikut memecahkan masalah setidaknya kalian jangan nambah-nambahin masalah dengan menyusahkan orang-orang yang nggak bersalah.
Anies Baswedan tidak hanya mengkritisasi, tetapi juga mampu menawarkan ide-ide solutif yang cerdas serta yang paling penting realisasinya gaeeess!! Salut! Selain dengan seabrek aktivitasnya di luar sekadar kuliah saja, beliau juga berhasil mendapatkan beasiswa Japan Airlines (JAL) Foundation melalui memenangkan kompetisi esai mengenai Lingkungan dan Pembangunan. Selama menjalani kuliah master dan doktoral di Amerika Serikat-pun Anies Baswedan masih sering memantau perkembangan tanah air melalui teman-temannya dan sesekali mengirimkan tulisannya ke beberapa surat kabar Indonesia. Untuk menambah peghasilan selama hidup di negeri orang karena tak bisa sepenuhnya menggantungkan diri pada beasiswa, beliau pun tak segan bekerja sebagai asisten peneliti laboratorium yang bertugas membersihkan tempat ulat yang diteliti setiap harinya. Fiuuh...padahal mungkin kalau Pak Anies memutuskan bekerja, bukan melanjutkan kuliahnya, penghasilan yang didapatkan pasti cukup besar. Tidak perlu berhemat dan mengencangkan ikat pinggang. Tapi begitulah..demi belajar, nggak ada lagi yang namanya berorientasi materi.
Pak Anies..balanced banget sih pak hidupnya..kasih saya tipsnya dong pak ;) Kata beliau, “IPK tinggi hanya mengantarkan sesorang sampai wawancara kerja, kepempimpinan dan karakterlah yang mengantarkannya ke gerbang kesuksesan” Setuju pak!! Intelektual itu penting, tapi sikap lebih penting!
Satu hal yang paling-paling bikin saya nggak bisa nggak setuju alias saya merasa sepemikiran banget sama beliau adalah tentang kriteria Pak Anies dalam hal pekerjaan, yaitu memungkinkan secara intelektual tumbuh, bisa menjalankan tanggungjawab sebagai ayah dan suami dengan baik, serta mampu meberi pengaruh sosial yang baik kepada lingkungannya. Duuh pak, saya setuju bangeeet, itu bener-bener merangkum cita-cita saya bangeeet pak, tentunya dengan mengubah kata suami dan ayah menjadi istri dan ibu. Hehehe. Oh ya pak, yang kayak pak Anies gitu ready stock nggak ya pak? Saya mau satu dong pak ;p
Sekarang beliau berprofesi sebagai seorang tenaga pendidik, profesi yang memenuhi tiga kriteria yang diinginkannya dalam pekerjaan. Mendidik adalah tanggung jawab dari setiap orang yang terdidik. Beliau mencoba menularkan semangatnya kepada kita semua, kepada kalangan muda, kepada pemilik kaki-kaki gesit yang beliau rasa mampu meneruskan langkah perjuangannya untuk melunasi janji kemerdekaan. Bahwa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia perlu segera ditegakkan. Lewat jalan pendidikan, Anies Baswedan melakukan berbagai upaya untuk mewujudkannya, memberi jalan keadilan beruoa perhatian terhadap pemerataan dunia pendidikan di Indonesia. “Manusia yang terdidik dan tercerahkan adalah kunci untuk mempercepat pelunasan janji kemerdekaan kita”
Mata saya menjadi sedikit terbuka, apalah arti menjadi apatis dan tak peduli. Walaupun tak banyak tahu soal politik..tapi saya pikir ini bukan perkara politik. Untuk berbuat sesuatu tak harus menunggu jadi presiden dulu bukan? Satu dari kita mungkin hanya bisa menyalakan satu lilin saja, tapi ketika ada banyak yang bersedia turun tangan, bukan tak mungkin untuk membuat Indonesia bercahaya lebih dari lainnya. Sekecil apapun kebaikan yang dilakukan, setiap dari kita pasti memiliki peran. Sebab sesuatu tidak harus selalu dimulai dari hal-hal yang besar. Mengubah manusia Indonesia itu sesungguhnya mengubah Indonesia
Salam inspirasi dan sukses selalu! :)

Senin, 05 Mei 2014

Accidental Picnic, First Trip to Solo-Tawangmangu

Berawal dari obrolan iseng Jumat siang di grup whatsapp, teman-teman kuliah saya seangkatan mendadak bikin plan piknik bareng ke Tawangmangu minggu depan. Berhubung ada banyak bermacam hambatan kalo udah niatan bikin plan jauh-jauh hari sebelumnya (yang biasanya akhirnya Cuma jadi sekadar wacana saja), akhirnya kami memutuskan mempercepat realisasi piknik menjadi hari Minggu dua hari sesudah diskusi kilat di grup. Dengan bekal ala kadarnya, iuran bensin untuk transport, uang makan, dan uang untuk beli tiket masuk ke objek wisata, sepakatlah kami untuk berangkat piknik hari Minggu jam 6 pagi kurang sedikit dari Jogja. Yeaay!!
1.       Breakfast time in Soto Ndhelik
Berhubung  perjalanan kami sepertinya akan menghabiskan banyak tenaga, acara pertama hari itu adalah…mengisi perut, hehehe. Berangkat dari Jogja pagi-pagi banget dalam keadaan sepertiga ngantuk, sepertiga sadar nggak sadar, sepertiga pengen jalan-jalan, bikin kami nggak sempet sarapan. Apalagi..you know how you guys live in boarding house #curhatsedikit
Kami tiba di Solo sekitar pukul 8.15 dan cuus langsung sarapan di soto ndhelik, yang kata temen saya recommended karena cukup enak dan terkenal. Menu yang disediakan di antaranya soto mangkuk kecil seharga Rp. 3.500 dan soto mangkuk besar seharga Rp. 6.000. Bisa nambah lauk sate atau gorengan hangat yang sudah disediakan. Rasanya? Cukup enak :9
Seporsi soto daging mangkuk besar. daging loh! saya pikir soto ayam.
2.       Kebun Teh Ndoro Donker
Destinasi selanjutnya adalah menuju kebun teh di daerah Kemuning. Letak pastinya saya nggak tahu, dataran tinggi deket-deket sama daerah Karanganyar gitu. Kebun teh Ndoro Donker ini adalah tempat minum teh yang cozy yang menawarkan pemandangan dan udara kebun teh yang fresh. Kami berdelapan memesan 3 teko teh dengan jenis yang berbeda, kemuning green tea, camommile tea, dan forest tea. Satu teko bisa untuk 3-4 cangkir. Jenis teh yang dipesen random aja sih sebenernya. Teh yang kami pesan, satu tekonya seharga Rp. 20.000. Cukup murah untuk jenis-jenis teh yang istimewa dan diracik secara khususUntuk jenis the lainnya diharagai Rp. 45.000 per tekonya. Untuk rasanya, kemuning green tea yaa mirip-mirip sama green tea yang biasa kita belilaah. Cammomile tea, sedikit berbeda sama the biasanya..tapi yaa nggak jauhlah beda rasanya. Haha. Nah forest tea ini nih yang sedikit nyentrik. Warna tehnya aja udah kayak sirup marjan rasa frambozen. Kalau soal rasanya? Beeh jangan ditanya. Rasanya kayak jamu, hahaha. Tapi yaah lumayanlah buat yang pengen nyicipin rasa teh yang berbeda dari biasanya. Selain minum teh, kita bisa makan cemilan juga di sini. Berhubung kami semua masih lapar, kami juga pesan ubi goreng dan mendoan dengan harga per porsi masing-masing sebesar Rp. 10.000. Per porsinya cukuplah untuk 3-4 orang. Yang paling oke di sini adalah…viewnya! Jadi berfoto-fotolah kalian sepuas hati..and don’t forget to catch your inspirations here!
kebun tehnya bikin suasana tempat minum teh makin freeesh  




green tea, camommile tea, dan forest tea
3.       Grojogan Sewu, Tawangmangu
Selesai dari piknik di kebun teh Ndoro Donker, kami melanjutkan perjalanan ke objek wisata air terjun Grojogan Sewu, Tawangmangu. Perjalanan memakan waktu sekitar satu jam dari kebun the. Pukul setengah 12 siang kami tiba di Tawangmangu dengan disambut mendung, sedikit gerimis,  parkiran yang sudah mengular dan monyet-monyet yang asyik bermain di atap mobil -_- Tiket  masuk yang harus dibeli untuk masuk ke dalam objek wisata sebesar Rp. 8.000, kami langsung masuk ke dalam objek wisata. Sayangnya, karena salah jalan kami harus mengganti plan yang sebelumnya mau jalan kaki naik tangga dulu untuk menuju air terjun, baru pulangnya turun tangga, akhirnya menjadi jalan kaki turun tangga dulu untuk menuju air terjun. Yang berarti nanti pada saat pulang, di saat badan sudah cukup lelah kami harus ngos-ngosan naik tangga L Setelah perjalanan menuju air terjun yang sedikit was-was, harus lihat kiri-kanan untuk memantau para-monyet-yang-sok-iyee itu sampailah kami di objek utama, Grojogan Sewu. Karena udah azan zuhur kami menunaikan ibadah sholat dulu di musholla yang sudah disediakan. Setelah selesai, saatnyaaa..mengabadikan kenang-kenangan lagi dengan background alam yang oke punya. Hahaha. Saat yang paling mengesankan adalah ketika kami harus terengah-engah menaiki entah-berapa-anak-tangga untuk pulang, dan ketika sampai di tempat barulah kami tahu sudah 1.250 anak tangga yang berhasil dinaiki ;)

haloo! ini mukanya masih pada fresh sebelum harus naik-naik entah-berapa-anak-tangga

air terjunnya bikin basah, hujan lokal




wahai teman-teman baca apa yg ada di plangnya. Salam sehat!!
4.       Lunch time in Sop Iga Bu Ugi
Setelah amat sangat cukup lelah menaiki anak tangga dari Grojogan Sewu, dan alarm perutpun sudah berbunyi, meluncurlah kami menuju tempat makan siang. Maklum, sudah pukul 2 saat itu, saatnya recharge energy ;p Kami makan siang di Warung Makan Sop Iga, Bu Ugi. Tempatnya masih di sekitar Tawangmangu, daaan…cukup ramai. Sempat agak kesusahan cari tempat yang cukup untuk kami berdelapan, akhirnya kami kebagian tempat juga..di pojokan dengan dua meja terpisah -_- Tapi..yang penting makan. Hahaha. Satu porsi sop iga seharga Rp. 25.000 cukup memanjakan lidah dan mengenyangkan perut kami. Pokoknya tema hari itu makan enak selalu :9

5.       Taman Balekambang
Usai mengisi perut, dengan diiringi langit mendung kami meluncur menuju destinasi selanjutnya, yaitu Taman Balekambang yang letaknya masih di dalam kawasan Tawangmangu juga. Setelah membaca brosur keterangan mengenai objek wisata di dalamnya terlebih dahulu (because actually we don’t know how place this is) , akhirnya kami memutuskan untuk membeli tiket masuk seharga Rp. 6.000. Setelah masuk, kami sepakat tempat ini lebih cocok untuk tempat piknik anak-anak, bukan untuk orang-orang tua dewasa seperti kami. Hahaha. Hiburan yang ditawarkan di dalamnya ada kereta-keretaan, ATV, ayunan, jungkat-jungkit dan hiburan-hiburan sejenis lainnya. Baru sebentar menikmati waktu di sana, tiba-tiba..bresssss. Turunlah tumpahan air dari atap langit alias hujannya  deres banget K Sempet kejebak hujan cukup lama, akhirnya kami memutuskan nerobos ujan juga sampai parkiran.
hello, personel kuliah lengkap dengan dua orang absen. eh berarti nggak lengkap ya? Hahaha
6.       Dinner in Kafe Tiga Tjeret
Perjalanan di Tawangmangu selesai dan dilanjutkan perjalan pulang ke Jogja. Pukul setengah 6 kami mampir di masjid dulu untuk menunaikan sholat maghrib. Lalu perjalanan berlanjut ke tempat makan malam. Thank God, I have three times a day to eat delicious meal. Kata temen saya yang special tour guide, makan malam kami menunya adalah angkringan. So, guess what kind of angkringan is it? Yak! Kafe angkringan, tepatnya adalah kafe tiga tjeret yang letaknya dekat dengan kraton Surakarta. Menunya sih memang angkringan, tapi dikemas dalam bentuk sajian seperti di kafe-kafe. Menu makanannya khas angkringan seperti nasi bungkus angkringan tempe, teri, granat, daging, dan lain-lain, dengan lauk beraneka macam sate dan gorengan dengan range harga sekeitar Rp. 3.000-Rp. 6000 (kalo nggak salah ;p) Untuk menu minumannya yang khas adalah wedang tiga tjeret, yang merupakan racikan air jeruk, beras kencur, dan aneka rempah lainnya, saya nggak apal. Rasa minumannya, segar dan menghangatkan berhubung sepanjang hari itu hujan melulu. Haha. Yang beda dari kafe ini selain menyediakan menu angkringan adalah aneka penghias interior kafe yang sebagian besar diambil dari barang bekas yang direcycle. Seperti meja untuk makan yang memakai bekas meja mesin jahit dan kap lampu yang dibuat dari susunan akua gelas.
ini penampakan minuman wedang tiga tjeret refill-yg-lebih-banyak-ampas-rempah2nya-daripada-airnya-sebenernya
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 20.00, muka udah kucel, badan udah pegel. So it’s time to go home. Besok ada kuliah mameeen. Hahaha. Sepanjang perjalanan, dari berangkat sampai pulang kalian rame sekaliii, sampai-sampai saya nggak bisa menyalurkan hobi nempel molor. See you again for the next trip guys, semoga kita semua dilancarkan kuliahnya, ujiannya, tesisnya, cita-citanya, dan jodohnya *eh.

P.S : Supeeer thanks to you all. You guys totally made my day!!