Get me outta here!

Sabtu, 21 November 2015

Those moments





Kamu dengan tas di punggungmu berjalan menghampiri saya dengan sedikit terengah-engah, mengagetkan saya tiba-tiba di tengah keasikan bengong sendirian. “Boleh duduk sini?” tanyamu. Saya yang masih dalam keadaan terkejut nggak percaya, cuma mengangguk saja. Kamu duduk di sebelah saya, lalu meletakkan tas punggungmu di bawah. Saya mengamatimu diam-diam. Pagi-pagi udah ngos-ngosan begitu, habis ngapain ya? lari? sepertinya buru-buru sekali, batin saya.
Jeda beberapa menit kemudian bus berjalan, saya diam, kamu juga. Saya melempar pandangan ke luar jendela seperti biasa. Entah apa yang ada di pikiranmu saat itu. Kalo yang ada di pikiran saya sih, kok bisa ya jadi pulang bareng, jadi bisa se-bis, jadi bisa sebangku? Padahal nggak lagi janjian juga. Beberapa hari lalu saya memang sempat bilang, “aku pulang Jogja lagi besok selasa, mau bla bla bla..”, lalu kamu menimpalinya dengan “aku juga pulang Jogja hari selasa, soalnya mau bla bla bla”. Itu beberapa hari lalu. Beberapa hari lalu kami sepakat pulang hari Selasa, tapi nggak janjian juga jam berapa. Beberapa hari lalu sebelum akhirnya ada awkward moment antara saya dan kamu, setelah kalimat penolakan yang saya utarakan beberapa hari lalu juga.

 “Aku belum selesai sama diriku sendiri” kata saya, yang sekaligus jadi tameng, saya nggak yakin kamu beneran suka sama saya, kamu mau jadiin saya pelarian ya? hah? maaf ya, saya nggak akan tertipu. Saya tahu kamu baik, tapi saya juga tahu berpindah ke lain hati nggak pernah semudah itu. Entahlah, menurut saya kesannya buru-buru. Lalu tiba-tiba kami bertemu dalam perjalanan yang sama kembali. Di hari Senin. Ya, mendadak saya harus kembali ke Jogja lebih cepat satu hari karena keperluan  tiba-tiba. Lalu saya bertemu denganmu dalam bus yang sama, di bangku yang bersebelahan pula.
“Katanya pulang hari Selasa, kok jadi Senin?” tanya saya buka suara. Kamu tersenyum, “Ada perlu tiba-tiba,” katanya. “Oh,” kata saya menimpali sambil berpikir keras kenapa kebetulan bisa terjadi.

Beberapa waktu kemudian setelah keadaan di antara kami membaik, dia bercerita, “Sebenernya waktu kita tiba-tiba bisa bareng pulang ke Jogja tanpa janjian pas itu..awalnya aku nggak bener-bener ada keperluan tiba-tiba. Walaupun nggak tahu kenapa, pas di tengah jalan dapet kabar ternyata aku memang harus pulang hari itu, jadi beneran ada perlu tiba-tiba,” katamu setengah tertawa. “Jadi sebenernya, malam sebelumnya aku mimpi kamu nggak jadi pulang hari Selasa, tapi hari Senin jam 7 pagi. Akhirnya buru-buru bangun dan ngejar bus jam 7 pagi sambil lari-lari,” katamu serius. Saya diam saja, antara percaya nggak percaya.
========================================================================
Saya nggak tahu kenapa, tapi seringnya saya mengalami hal-hal yang berasa kebetulan banget sama kamu. Saya tahu, nggak ada yang namanya kebetulan..jalannya begini ya karena memang sudah diatur sama yang di atas. Bahkan jauh sebelum kamu menyadari perasaanmu, “kebetulan” antara saya dan kamu sudah beberapa kali terjadi. Ketika akhir tahun lalu Bapak sering bolak-balik masuk rumah sakit, entah kenapa selalu ada momen kamu menghubungi saya dan menanyakan keadaan Bapak di waktu Bapak memang sedang opname. Padahal pada saat itu kami nggak dekat, nggak dekat banget malah. Nggak pernah ada basa-basi, menghubungi kalau memang ada keperluan penting saja. Tapi tidak pada saat itu. Kamu selalu menyempatkan datang menjenguk Bapak. Saya nggak curiga. Kamu juga (mungkin) belum ada rasa apa-apa.
========================================================================
“Pake handphoneku dulu aja, nggak aku pake. Paket internetnya diisi provider lain, sinyalmu di kos kan jelek banget. Biar gampang dihubungin. Hehehe,” katamu suatu hari. “Enggak mau,” kata saya ketus. Handphone saya masih belum dual sim, dan sinyal providernya ngehe banget di kos. Bikin saya susah dihubungin. Padahal pake yang sinyalnya lancar aja saya slow response banget, pfffft. Saya masih dingin ke kamu pada saat itu, beberapa wasapp masih diread saja, beberapa dibalas dengan emote jempol saja, beberapa di-endchat, beberapa dibalas berjam-jam kemudian *kibasrambut* Beberapa waktu kemudian handphone saya mati mendadak, purna sudah tugas si handphone sebagai penghubung saya dengan informasi-informasi dunia luar *huftbete*akukenabatunya* Akhirnya saya terima tawaran kamu untuk memakai handphonemu sementara, berhubung saya nggak mau ketinggalan info-info penting. Dan eurekaaa..dari situ saya merasa menjadi beberapa langkah lebih dekat dengan kamu. Kenapa? saya juga nggak tahu.
========================================================================
“aku tanya ke ibu dulu ya,” kata saya ketika kamu bercerita panjang lebar tentang perasaanmu setelah sekian kali. “iya, ridho Allah swt, ridho orangtua,” balasmu. Dan...saya lupa, saya nggak benar-benar menyempatkan waktu untuk bertanya serius ke Ibu. Sampai akhirnya Ibu sendiri yang menanyakannya ke saya, membahas banyak hal yang sudah sering saya bahas denganmu tapi berakhir dengan saya yang keras kepala. Dear captain, the universe totally stand up for you. Saya jadi tahu kalau saya salah, kalau kepala saya sekeras batu, kalau kamu butuh kesabaran ekstra untuk menghadapi saya.
Sampai perlahan-lahan saya berani menumbuhkan keyakinan, kalau segala kebetulan-kebetulan ini adalah sebenar-benar rencana Tuhan. Termasuk saat suatu hari kamu minta izin ke orangtua saya untuk memperkenalkan saya ke keluargamu. Saya nggak berani menatap mata Bapak saat itu. Saya tahu perasaan Bapak saat itu pasti campur aduk. Seperti diingatkan kembali bahwa putri pertamanya sudah cukup dewasa untuk menentukan pilihan hidupnya. Tapi Bapak, sebagai laki-laki yang paling bertanggungjawab atas putrinya, masih dalam kondisi sakit dan susah payah untuk melakukan apa-apa.
That day really we got the moment, much bliss and joy. My sincere gratitude to You, my Lord. Entah bagaimana saya merasa dimudahkan, kamu mengenal keluarga saya dan sebaliknya. Hari itu Ibu saya ulangtahun, dan membawa kamu ke depan Ibu untuk jadi teman ngobrol, teman diskusi, teman curhat, dan lain sebagainya (yang mungkin saya nggak bisa), bisa jadi adalah kado yang berkesan untuk beliau. Hehehe.
========================================================================
Banyak “kebetulan-kebetulan” sepele lainnya yang saya alami. Termasuk saat saya lagi pengen aja kasih breadtalk buat kamu di H-1 ujian pendadaranmu. Ternyata momennya pas banget untuk meredam rasa lapar sementara, waktu kamu jadi sedikit emosional karena makan malam tertunda akibat harus benerin kacamata tiba-tiba. Atau pas banget momennya buat sarapan hari H karena kamu nggak sempet sarapan nasi akibat banyak  keperluan-keperluan mendadak. Waktu saya kasih sweater rajut juga gitu, ternyata pas juga sama kamu yang katanya juga lagi mau cari sweater rajut.
Mungkin yang saya rangkum ini kebetulan momen yang lagi pas-pas aja..mungkin banyak yang nggak pas juga, tapi nggak saya gubris sema sekali. Hehehe.
I have no words to say, but I am truly thankful for your courage, kindness, goodness, and all that you do. Bukan cuma buat saya, tapi juga buat Ibu, Bapak, dan dua adik perempuan saya. You have touched my life deeply.

Yogyakarta, H-2 ujian pendadaran.
Deg-degan mau ujian tapi bosan