Get me outta here!

Senin, 30 Desember 2013

Kerja atau Kuliah (lagi), tentang sedikit (banyak) yang mengganjal hati.

Penghujung 2013 ini saya tutup dengan banyak hal baru yang sudah saya alami. The first time I got my full time job, the first time I gave my resign letter to my boss. I quit. Yes, 2013 saya diawali dengab kepindahan saya di sebuah kota industri di arah barat untuk bekerja full time pertama kalinya setelah saya menyelesaikan S1. Dan penghujung 2013 ini saya tutup dengan memutuskan mengundurkan diri dari tempat kerja saya. Then, you all guess I will look for another better job, with much more salary? Nope. I decide to take my master program.
Keputusan untuk kuliah lagi sebenarnya nggak segampang itu saya ambil, walaupun orangtua mendukung sepenuhnya. Saya sempat mengalami pergejolakan batin yang luar biasa, singkatnya kebimbangan wanita usia 20 tahunan tentang apa yang harus dilakukannya. Today, tomorrow, the day after tomorrow and so on. Yaelaaaah galau bangeet guaaa.
Sometimes, you can't explain something..because...urgggh..yaah you knowlah (harap dimaklumi perasaan perempuan yang sedang mencari arah tujuan hidupnya ini)
Jadi girls, kalau kalian yang sudah lulus kuliah lagi seneng-senengnya karena baru aja diterima kerja di perusahaan yang bonafit, ingaaat ini belum akhir segalanya, the problems have never ending. Siapa tau beberapa dari kalian sama aja kayak saya yang mengalami pergolakan hati. Huahahaha. Saya bilang beberapa loh ini, jadi ga menutup kemungkinan beberapa lainnya akan merasa adem ayem tentram bahagia sejahtera sepanjang masa. Aamiin.

I quit, not because i didn't love my job anymore. Pekerjaan saya sebagai seorang buyer membuat saya harus bertemu dengan banyak orang setiap hari dengan berbagai karakter, yang awalnya masih kaku malu-malu, lama-lama jadi lebih luwes dan malu-maluin. Gimana saya nggak suka sama pekerjaan saya, kalo dari situ saya belajar banyak hal, skill pergaulan saya bertambah (apapula ini skill pergaulan), dan nggak jarang bahkan supplier-supplier itu yang ngajarin saya tentang "bagaimana bekerja", bukan mereka sebagai partner business melainkan sebagai seorang senior ke junior, berhubung saya fresh graduated. I really thank to you all for teaching me how hard life is. People come and go, begitu juga sebelum saya akhirnya resign, saya sempat mengalami pergantian supplier karena supplier saya sebelumnya resign. Apa yang saya rasakan? Sedih. walaupun baru kenal beberapa bulan, gatau kenapa saya merasa kehilangan beliau. Dan randomnya, kalo saya resign pada sedih nggak ya? Hahaha.

Then time flies fast, saya kembali berpikir apa iya "tempat" saya di sini? Berhubung saya adalah tipe pemikir, terplanning dan terorganisir, komplitlah yang membuat saya semakin bingung untuk apa saya berada di tempat tersebut ? dan sampai kapan ? Pertanyaan pertama jawaban simpelnya adalah ngumpulin duit. Terus buat apa? Saya merasa hambar dengan rutinitas kantor berangkat pagi, pulang malam setiap hari. Kalau mau jujur, kalau masih mengusung konsep idealisme (entah itu termasuk idealis atau bukan), cita-cita saya untuk kehidupan jangka panjang saya bukan di situ dan seperti itu, seperti yang pernah saya tulis di sini. Nah, itu yang bikin saya nggak bisa jawab pertanyaan kedua, karena dari awal sampai sekarangpun saya berharap Allah tidak memilih tempat di sana untuk rumah saya (ya Allah maafkan hambaMu yang terlalu banyak permintaan). Kemudian setelah saya bertapa di goa kamar kos, tanya sana-sini, browsing sana-sini, termasuk baca ini, akhirnya saya memantapkan diri untuk mengajukan resign, yang lalu disusul dengan pertanyaan-pertanyaan klise, kenapa? Mau ke mana? Mau ke perusahaan supplier ya? Atau banyak yang iseng nanya, mau nikah ya?
Karena mungkin terlalu terplanning itulah..saya pikir I work not for today, I work for my long term life. Saya bukan tipe spontanitas  yang bisa dengan santainya mengubah hidup mereka secara spontan, melompat cantik dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya.
Pendidikan itu investasi jangka panjang, investasi paling aman, mau sampai kapanpun “harta” yang kamu dapet dari sekolah itu nggak bakalan habis atau dicuri orang. Yang diaplikasikan pun nggak melulu teori-teori buku yang dipelajari dari kelas, tapi juga bagaimana membangun sistem berpikir untuk hal-hal lainnya.
Mumpung ada kesempatan pikir saya, toh apa yang pengen saya lakukan adalah suatu kebaikan juga, kenapa harus ditunda. Karena saya nggak yakin juga kalo udah berkeluarga nanti semangat kuliah saya masih bisa membara kayak ibu-ibu hamil atau bapak-bapak paruh baya yang kemarin tes barengan sama saya. Hukss.
Jadi, selama bertapa tadi, saya pikir bener-bener tuh apa yang jadi tujuan saya. Berhubung saya ambil kuliah Multi Criteria Decision Making, saya ambil keputusan nggak hanya berdasar satu “kriteria” aja. Karena tujuan saya adalah balancing of life (yang terinspirasi dari ibu saya tentunya), saya petakan kriteria apa saja yang mau saya balance-kan; materi, waktu, passion, cita-cita, pahala (saya nggak tahu pake kata apa deh untuk menggambarkannya, pokoknya gituu). Ex : saya nggak mau banyak uang tapi nggak punya waktu. Pengennya sih, banyak uang banyak waktu. Hehe..tapi karena saya sadar segala sesuatu itu ada trade off-nya maka ya begini yang saya pengen. Dan di angan-angan saya sekarang (huhuuu, masih sebatas angan-angan),  kuliah lagi itu adalah batu loncatan saya menuju kriteria tujuan hidup saya yang banyak tadi.
Saya sadar dengan kuliah (lagi) nggak menjamin apa yang saya pengen berjalan lancaaar jaya kayak jalan tol, mungkin aja macet kayak jalan tol di Jakarta.
Ditambah lagi dengan melihat kenyataan saya harus merelakan nominal rupiah yang dulu rutin singgah di rekening tabungan saya...sudah tidak ada lagiii L Ketika teman-teman sebaya saya dengan penghasilan dari full time job mereka udah bisa jalan jajan santai semau mereka, saya harus bisa hemat bin ngirit. Ketika beberapa tahun lagi mereka sudah punya posisi yang settle di perusahaan, saya masih belum tahu nasib saya gimana. Daaan dibandingngkan mereka, saya akan ketinggalan start nabung  untuk nikah masa depan tentunya. Tapi yaa sudahlah, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.

Pada akhirnya setiap pilihan pasti ada konsekuensinya, entah baik menurut kita, atau sebaliknya, buruk menurut kita. Tapi saya percaya apa yang terjadi atas kehendak Allah itu selalu baik guys, walaupun kamu baru menyadarinya pada waktu yang kesekian. Yang terpenting saya sudah selangkah lebih maju, bukan stuck di tempat, menyerah begitu saja padahal masih ada kesempatan untuk mengejar apa yang kamu mau. Saya percaya, Tuhan juga akan luluh pada hambaNya, for everyone who always be persistent, keep trying and praying.

Postingan yang saya buat ini, sebagian besar semata-mata mengandalkan ke-subjektifititas-an diri saya loh..jadi kalau ada yang nanya pekerjaan apa yang ideal untuk wanita? Jawaban bijak versi saya adalah depend on the person, the woman.

Btw, kalau dibaca lagi tulisan saya ini ngak jelas, ngalor ngidul gitu yaa, bodo ah, saya cuma mau “mengarsipkan” apa yang lagi saya rasakan. Biar kalau lagi “jatuh” saya jadi inget apa yang udah pernah saya lakukan sampai sejauh ini.
Bismillah.


P.S : I’d like to thank to my best discussion partner. I feel blessed to have you, mom. Supermom untuk keluarga, Superwoman untuk lingkungannya. It seems like I want to be like her. Sederhananya, kalau ada yang tanya cita-cita saya apa? Saya jawab jadi seperti ibu aja deh yaa. Hahaha.

you have to try your best wherever you are 

Sabtu, 07 Desember 2013

Learning About Driving (Part 2)



Lanjutan dari postingan sebelumnya, minggu ini paket kursus setir saya udah habis atau dengan kata lain kursus sudah selesai sampai  pertemuan keenam. Lalu bagaimana dengan hasilnya? Hehehe. Beginilah hasilnya.
#Day4
Untuk pertemuan keempat ini rute yang harus saya tempuh hampir sama dengan pertemuan ketiga, pulang pergi lewat daerah Sigar Bencah tapi dengan jalan yang berbeda. Masih panik waktu lewat tanjakan atau turunan? Hmmm..nggak terlalu kali ya, secara kemarinnya udah pernah ‘menghadapi’rute itu, jadi (harusnya) lebih lancar dong.  Peningkatannya dari hari kemarin adalah buat pindah-pindah gigi saya nggak perlu diinstruksi dulu sama instruktur saya. Hahaha.
#Day5
Lalu sampailah pada pertemuan kelima ini. Kali ini rute latihan saya nggak jauh-jauh, soalnya ke UNDIP (lagi), karena materi pertemuannya adalah jeng jeng...jalan mundur buat parkir.  Daaan latihannya juga bukan di halaman parkir beneran, tapi di antara...apalah ya itu namanya pembatas yang ada di tengah jalan, kan biasanya ada jaraknya satu sama lain antara yang depan sama belakang, nah tantangannya adalah mundurin mobil secara rapi lewat antara pembatas itu (pura-puranya masukin mobil ke garasi). Sebelum praktek saya dikasih teori dulu sama pak Budi, yang katanya kalo soal jalan mundur ini orang-orang pada suka kebolak-balik.
Pak Budi               : “Udah ngerti kan, kalau jalan lurus mau belok kanan setirnya harus ke mana?”
Saya                       : “Kanan pak”
P. B.                       : “Kalau belok kiri?”
S                              : “Ya ke kiri pak”
P. B.                       : “Hahaha, anak TK juga bisa ya itu”
S                              : “Hehehe..”
P.B.                        : “Nah kalau mau mundur untuk parkir ke kanan setirnya ke mana?”
S                              : (mikir bentar, dan dengan polos dan begonya jawab) “Ke kiri pak”
P. B.                       : “Kalau mundur ke kiri?”
S                              : “Kanan pak”
P. B.                       : “Hahahaha..lah toh kuwalik (read:kebalik)”
Akhirnya saya sadar juga kesalahan saya setelah dijelaskan dengan mainan mobil-mobilan di dalam mobil (jadi saya pikir mainan mobil-mobilan itu fungsinya Cuma pajangan dalam mobil aja, ternyata juga jadi properti ngajar ya). Setelah itu dilanjutkan praktek, dengan senjata utama liat spion kanan dan kiri.
Hasilnya? Not badlah..karena masih didampingi instruktur ;p
#Day6
Pertemuan terakhir saya nggak latihan mundur parkir lagi, karena saya bilang ke instruktur saya, ‘tenang pak, kan ada vallet. Hehe..’, yang kemudian ditimpali dengan, ‘oh iya, pinter.. jadi spesialis maju aja..’
Rute kali ini adalah dari tempat les ke daerah Banyumanik via Jalan Tusam (jadi nggak lewat jalan raya), baru baliknya lewat Jalan Raya Setiabudi. Ini baru pertama kalinya saya ‘mencoba turun’  ke jalan besar yang cukup ramai, karena sebelumnya walau sudah ‘turun ke jalan’, medannya nggak seramai jalan utama ini. Untuk di jalan besar ini, kecepatan minimalnya paling nggak 40 km/jam, jadi nggak bisa seenak jidat sendiri nginjek gas pelan-pelan banget. Sebelum menyelesaikan latihan hari itu, saya belajar ‘apa yang harus saya lakukan kalau macet di tanjakan’. Latihannya di jalan yang sedikit menanjak di Srondol Bumi Indah. And this is the most difficult lesson I think, karena menurut saya menyinkronkan kaki yang nginjek kopling dan rem, terus lepas kopling pelan-pelan jadi setengah kopling, terus lepas rem, terus injek gas pelan-pelan, itu susah banget brooh -_-
Akhirnya pertemuan terakhir hari itu selesai juga, dengan hasil yang masih ‘begitu-begitu aja’. Hahaha. Tapi saya janji deh, saya akan teruskan belajarnya lagi setelah saya jalankan misi penting saya yang terdekat. Sekarang saya mau belajar yang lainnya dulu. 
Bye!