Get me outta here!

Senin, 30 Desember 2013

Kerja atau Kuliah (lagi), tentang sedikit (banyak) yang mengganjal hati.

Penghujung 2013 ini saya tutup dengan banyak hal baru yang sudah saya alami. The first time I got my full time job, the first time I gave my resign letter to my boss. I quit. Yes, 2013 saya diawali dengab kepindahan saya di sebuah kota industri di arah barat untuk bekerja full time pertama kalinya setelah saya menyelesaikan S1. Dan penghujung 2013 ini saya tutup dengan memutuskan mengundurkan diri dari tempat kerja saya. Then, you all guess I will look for another better job, with much more salary? Nope. I decide to take my master program.
Keputusan untuk kuliah lagi sebenarnya nggak segampang itu saya ambil, walaupun orangtua mendukung sepenuhnya. Saya sempat mengalami pergejolakan batin yang luar biasa, singkatnya kebimbangan wanita usia 20 tahunan tentang apa yang harus dilakukannya. Today, tomorrow, the day after tomorrow and so on. Yaelaaaah galau bangeet guaaa.
Sometimes, you can't explain something..because...urgggh..yaah you knowlah (harap dimaklumi perasaan perempuan yang sedang mencari arah tujuan hidupnya ini)
Jadi girls, kalau kalian yang sudah lulus kuliah lagi seneng-senengnya karena baru aja diterima kerja di perusahaan yang bonafit, ingaaat ini belum akhir segalanya, the problems have never ending. Siapa tau beberapa dari kalian sama aja kayak saya yang mengalami pergolakan hati. Huahahaha. Saya bilang beberapa loh ini, jadi ga menutup kemungkinan beberapa lainnya akan merasa adem ayem tentram bahagia sejahtera sepanjang masa. Aamiin.

I quit, not because i didn't love my job anymore. Pekerjaan saya sebagai seorang buyer membuat saya harus bertemu dengan banyak orang setiap hari dengan berbagai karakter, yang awalnya masih kaku malu-malu, lama-lama jadi lebih luwes dan malu-maluin. Gimana saya nggak suka sama pekerjaan saya, kalo dari situ saya belajar banyak hal, skill pergaulan saya bertambah (apapula ini skill pergaulan), dan nggak jarang bahkan supplier-supplier itu yang ngajarin saya tentang "bagaimana bekerja", bukan mereka sebagai partner business melainkan sebagai seorang senior ke junior, berhubung saya fresh graduated. I really thank to you all for teaching me how hard life is. People come and go, begitu juga sebelum saya akhirnya resign, saya sempat mengalami pergantian supplier karena supplier saya sebelumnya resign. Apa yang saya rasakan? Sedih. walaupun baru kenal beberapa bulan, gatau kenapa saya merasa kehilangan beliau. Dan randomnya, kalo saya resign pada sedih nggak ya? Hahaha.

Then time flies fast, saya kembali berpikir apa iya "tempat" saya di sini? Berhubung saya adalah tipe pemikir, terplanning dan terorganisir, komplitlah yang membuat saya semakin bingung untuk apa saya berada di tempat tersebut ? dan sampai kapan ? Pertanyaan pertama jawaban simpelnya adalah ngumpulin duit. Terus buat apa? Saya merasa hambar dengan rutinitas kantor berangkat pagi, pulang malam setiap hari. Kalau mau jujur, kalau masih mengusung konsep idealisme (entah itu termasuk idealis atau bukan), cita-cita saya untuk kehidupan jangka panjang saya bukan di situ dan seperti itu, seperti yang pernah saya tulis di sini. Nah, itu yang bikin saya nggak bisa jawab pertanyaan kedua, karena dari awal sampai sekarangpun saya berharap Allah tidak memilih tempat di sana untuk rumah saya (ya Allah maafkan hambaMu yang terlalu banyak permintaan). Kemudian setelah saya bertapa di goa kamar kos, tanya sana-sini, browsing sana-sini, termasuk baca ini, akhirnya saya memantapkan diri untuk mengajukan resign, yang lalu disusul dengan pertanyaan-pertanyaan klise, kenapa? Mau ke mana? Mau ke perusahaan supplier ya? Atau banyak yang iseng nanya, mau nikah ya?
Karena mungkin terlalu terplanning itulah..saya pikir I work not for today, I work for my long term life. Saya bukan tipe spontanitas  yang bisa dengan santainya mengubah hidup mereka secara spontan, melompat cantik dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya.
Pendidikan itu investasi jangka panjang, investasi paling aman, mau sampai kapanpun “harta” yang kamu dapet dari sekolah itu nggak bakalan habis atau dicuri orang. Yang diaplikasikan pun nggak melulu teori-teori buku yang dipelajari dari kelas, tapi juga bagaimana membangun sistem berpikir untuk hal-hal lainnya.
Mumpung ada kesempatan pikir saya, toh apa yang pengen saya lakukan adalah suatu kebaikan juga, kenapa harus ditunda. Karena saya nggak yakin juga kalo udah berkeluarga nanti semangat kuliah saya masih bisa membara kayak ibu-ibu hamil atau bapak-bapak paruh baya yang kemarin tes barengan sama saya. Hukss.
Jadi, selama bertapa tadi, saya pikir bener-bener tuh apa yang jadi tujuan saya. Berhubung saya ambil kuliah Multi Criteria Decision Making, saya ambil keputusan nggak hanya berdasar satu “kriteria” aja. Karena tujuan saya adalah balancing of life (yang terinspirasi dari ibu saya tentunya), saya petakan kriteria apa saja yang mau saya balance-kan; materi, waktu, passion, cita-cita, pahala (saya nggak tahu pake kata apa deh untuk menggambarkannya, pokoknya gituu). Ex : saya nggak mau banyak uang tapi nggak punya waktu. Pengennya sih, banyak uang banyak waktu. Hehe..tapi karena saya sadar segala sesuatu itu ada trade off-nya maka ya begini yang saya pengen. Dan di angan-angan saya sekarang (huhuuu, masih sebatas angan-angan),  kuliah lagi itu adalah batu loncatan saya menuju kriteria tujuan hidup saya yang banyak tadi.
Saya sadar dengan kuliah (lagi) nggak menjamin apa yang saya pengen berjalan lancaaar jaya kayak jalan tol, mungkin aja macet kayak jalan tol di Jakarta.
Ditambah lagi dengan melihat kenyataan saya harus merelakan nominal rupiah yang dulu rutin singgah di rekening tabungan saya...sudah tidak ada lagiii L Ketika teman-teman sebaya saya dengan penghasilan dari full time job mereka udah bisa jalan jajan santai semau mereka, saya harus bisa hemat bin ngirit. Ketika beberapa tahun lagi mereka sudah punya posisi yang settle di perusahaan, saya masih belum tahu nasib saya gimana. Daaan dibandingngkan mereka, saya akan ketinggalan start nabung  untuk nikah masa depan tentunya. Tapi yaa sudahlah, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.

Pada akhirnya setiap pilihan pasti ada konsekuensinya, entah baik menurut kita, atau sebaliknya, buruk menurut kita. Tapi saya percaya apa yang terjadi atas kehendak Allah itu selalu baik guys, walaupun kamu baru menyadarinya pada waktu yang kesekian. Yang terpenting saya sudah selangkah lebih maju, bukan stuck di tempat, menyerah begitu saja padahal masih ada kesempatan untuk mengejar apa yang kamu mau. Saya percaya, Tuhan juga akan luluh pada hambaNya, for everyone who always be persistent, keep trying and praying.

Postingan yang saya buat ini, sebagian besar semata-mata mengandalkan ke-subjektifititas-an diri saya loh..jadi kalau ada yang nanya pekerjaan apa yang ideal untuk wanita? Jawaban bijak versi saya adalah depend on the person, the woman.

Btw, kalau dibaca lagi tulisan saya ini ngak jelas, ngalor ngidul gitu yaa, bodo ah, saya cuma mau “mengarsipkan” apa yang lagi saya rasakan. Biar kalau lagi “jatuh” saya jadi inget apa yang udah pernah saya lakukan sampai sejauh ini.
Bismillah.


P.S : I’d like to thank to my best discussion partner. I feel blessed to have you, mom. Supermom untuk keluarga, Superwoman untuk lingkungannya. It seems like I want to be like her. Sederhananya, kalau ada yang tanya cita-cita saya apa? Saya jawab jadi seperti ibu aja deh yaa. Hahaha.

you have to try your best wherever you are 

Sabtu, 07 Desember 2013

Learning About Driving (Part 2)



Lanjutan dari postingan sebelumnya, minggu ini paket kursus setir saya udah habis atau dengan kata lain kursus sudah selesai sampai  pertemuan keenam. Lalu bagaimana dengan hasilnya? Hehehe. Beginilah hasilnya.
#Day4
Untuk pertemuan keempat ini rute yang harus saya tempuh hampir sama dengan pertemuan ketiga, pulang pergi lewat daerah Sigar Bencah tapi dengan jalan yang berbeda. Masih panik waktu lewat tanjakan atau turunan? Hmmm..nggak terlalu kali ya, secara kemarinnya udah pernah ‘menghadapi’rute itu, jadi (harusnya) lebih lancar dong.  Peningkatannya dari hari kemarin adalah buat pindah-pindah gigi saya nggak perlu diinstruksi dulu sama instruktur saya. Hahaha.
#Day5
Lalu sampailah pada pertemuan kelima ini. Kali ini rute latihan saya nggak jauh-jauh, soalnya ke UNDIP (lagi), karena materi pertemuannya adalah jeng jeng...jalan mundur buat parkir.  Daaan latihannya juga bukan di halaman parkir beneran, tapi di antara...apalah ya itu namanya pembatas yang ada di tengah jalan, kan biasanya ada jaraknya satu sama lain antara yang depan sama belakang, nah tantangannya adalah mundurin mobil secara rapi lewat antara pembatas itu (pura-puranya masukin mobil ke garasi). Sebelum praktek saya dikasih teori dulu sama pak Budi, yang katanya kalo soal jalan mundur ini orang-orang pada suka kebolak-balik.
Pak Budi               : “Udah ngerti kan, kalau jalan lurus mau belok kanan setirnya harus ke mana?”
Saya                       : “Kanan pak”
P. B.                       : “Kalau belok kiri?”
S                              : “Ya ke kiri pak”
P. B.                       : “Hahaha, anak TK juga bisa ya itu”
S                              : “Hehehe..”
P.B.                        : “Nah kalau mau mundur untuk parkir ke kanan setirnya ke mana?”
S                              : (mikir bentar, dan dengan polos dan begonya jawab) “Ke kiri pak”
P. B.                       : “Kalau mundur ke kiri?”
S                              : “Kanan pak”
P. B.                       : “Hahahaha..lah toh kuwalik (read:kebalik)”
Akhirnya saya sadar juga kesalahan saya setelah dijelaskan dengan mainan mobil-mobilan di dalam mobil (jadi saya pikir mainan mobil-mobilan itu fungsinya Cuma pajangan dalam mobil aja, ternyata juga jadi properti ngajar ya). Setelah itu dilanjutkan praktek, dengan senjata utama liat spion kanan dan kiri.
Hasilnya? Not badlah..karena masih didampingi instruktur ;p
#Day6
Pertemuan terakhir saya nggak latihan mundur parkir lagi, karena saya bilang ke instruktur saya, ‘tenang pak, kan ada vallet. Hehe..’, yang kemudian ditimpali dengan, ‘oh iya, pinter.. jadi spesialis maju aja..’
Rute kali ini adalah dari tempat les ke daerah Banyumanik via Jalan Tusam (jadi nggak lewat jalan raya), baru baliknya lewat Jalan Raya Setiabudi. Ini baru pertama kalinya saya ‘mencoba turun’  ke jalan besar yang cukup ramai, karena sebelumnya walau sudah ‘turun ke jalan’, medannya nggak seramai jalan utama ini. Untuk di jalan besar ini, kecepatan minimalnya paling nggak 40 km/jam, jadi nggak bisa seenak jidat sendiri nginjek gas pelan-pelan banget. Sebelum menyelesaikan latihan hari itu, saya belajar ‘apa yang harus saya lakukan kalau macet di tanjakan’. Latihannya di jalan yang sedikit menanjak di Srondol Bumi Indah. And this is the most difficult lesson I think, karena menurut saya menyinkronkan kaki yang nginjek kopling dan rem, terus lepas kopling pelan-pelan jadi setengah kopling, terus lepas rem, terus injek gas pelan-pelan, itu susah banget brooh -_-
Akhirnya pertemuan terakhir hari itu selesai juga, dengan hasil yang masih ‘begitu-begitu aja’. Hahaha. Tapi saya janji deh, saya akan teruskan belajarnya lagi setelah saya jalankan misi penting saya yang terdekat. Sekarang saya mau belajar yang lainnya dulu. 
Bye!

Jumat, 29 November 2013

Learning About Driving.



Seminggu ini saya disibukkan dengan les yang baru saja saya ikuti. *Sibuk opo, cuma sejam sehari doang -_- Akhirnya saya les setir juga, setelah sekian lama punya SIM A yang cuma jadi pajangan di dompet dari tahun 2011. Yaaak, dari 2011 saya sudah nyicil bikin SIMnya dulu sodara-sodara! Daaan, jatohnya itu SIM nganggur sampai tahun 2013 ini dan nunggu expired untuk kemudian diperpanjang lagi tanpa pernah dipakai. Jadi, doakan supaya SIM saya segera bisa terpakai ya!
Jadi, ibu saya dari awal tahun kemarin udah ngejar-ngejar saya buat les setir. Because-you-know-what, anggota keluarga saya kesemuanya perempuan, kecuali bapak. Nah karena saya anak pertama dan saya lagi nggak belum ada kerjaan disuruhlah saya cepat-cepat ikutan les. Tujuannya tidak lain, tidak bukan adalah jadi supir nggantiin orangtua kalau lagi nyetir. Yaah beginilah nasib nggak ada sodara cowok, capeeee deh. Yang masih saya inget, dulu bapak sempet pernah trauma lewat tol gara-gara pernah kejadian suatu malam ketika kami sekeluarga lewat tol dan taraaaa tiba-tiba mobilnya mogok. Pusinglah bapak saya, secara semobil isinya Cuma ibu, saya sama adek-adek perempuan saya yang masih kecil-kecil. Hahaha.
Back to topic, saya daftar les di Perdana yang kantornya ada di daerah Ngesrep, dengan biaya les sebesar Rp. 300.000,- untuk 6 kali latihan praktek di lapangan, dengan durasi @1 jam. Gilee ya, paket yang saya pilih singkat banget! Iyalah, itu paling murah soalnya, soalnya saya ngarep bisa langsung mahir gitu. Tapi nampaknya...belajar setaun pun bakal masih semrawut nyetirnya *maafkaaan anakmu iniii ibuuu T.T
#Day1
Instruktur saya namanya pak Budi, umurnya sekitar 50tahunan. Beliau sabar banget ngajarin saya yang cuma bisa manasin mobil doang. Pelajaran pertama saya dikasih materi dasar sama beliau, diperkenalkan yang namanya gas, rem, kopling, setir, lampu sign dan lain-lain. Terus pelajaran selanjutnya adalah latihan menstabilkan gas, kemudian langsung deh praktek meluncur di jalanan kosong di daerah UNDIP. Jalanan ini emang sering dipake lembaga-lembaga les setir untuk latihan siswa-siswanya. Latihan yang paling sulit adalah lepas kopling, injek gas. Mungkin saya melakukannya kurang pake feel kali ya, jadi berkali-kali bikin mesin mati atau nggak ya gasnya jug ijag ijug ijag ijug. Saya sempet nanya ke pak Budi, “Kalo latihan  gini sampai bisanya lama ya pak?”. Kata pak Budi, “Enggak, cepet kok. Tapi...biasanya kalo cewek emang lama...” Dhuaaar!
#Day2
Hari kedua latihan, saya diharuskan untuk bawa mobilnya langsung ke tempat latihan di daerah UNDIP kemarin, padahal problematika gas-kopling saya masih semena-mena. Akhirnya dengan kenekatan saya iyain aja, walaupun rasanya masih jug ijag ijug ijag ijug. Rute latihan kedua ini sama dengan latihan pertama, Cuma bedanya sudah agak mendinganlah pegang setirnya dibandingkan sama waktu pertama. Yang nggak beda adalah pak Budi yang selalu bilang “Santai wae nok, nggak usah tegang gitu nyetirnya.” Instruktur saya ini dari hari pertama sampai hari ketiga nggak pernah absen bilang gitu ke saya -_- Daaan akhirnya problematika gas-kopling ini sudah mulai bisa teratasi. Horee akhirnya nggak jug ijag ijug ijag ijug lagi. Masalah barunya adalah kalo belok saya suka semena-mena. Hahaha
#Day3
Rute hari ketiga adalah engienngggg sigar bencah, turunan dan tikungan yang cukup tajam. Kalo soal nyetir ini memang harus diberani-beraniin katanya, jadi yasudahlaaah. Berikut kata-kata yang sering keluar dari mulut saya kalo latihan :
Saya       : “Aduh pak, itu mobil depan ngerem gimana pak.. (muka panik)”
S              : “yaaah mesinnya mati pak.. (muka panik, udah diklaksonin dari belakang)”
S              : “duh pak, turunannya tajam banget, gimana pak.. (muka panik)”
S              : “ini gimana cara beloknya pak.. (muka panik) ”
S              : “loh pak kok ini mundur sendiri.. (muka panik, padahal jalannya emang turunan)”
Dan gimana-gimana dengan kepanikan lainnya. Sedangkan instruktur saya Cuma bilang “tenang wae, santai wae, nggak usah dipeduliin yang nglaksonin, dsb”. Hahahaa, parah banget kali ya kepanikan saya, nggak salah ternyata sampe dapet award terpanik waktu kuliah dulu -_-
Keparahan berikutnya lagi saya suka lupa, lupa hand rem, lupa masukin gigi berapa, dsb.  Jadi harus sampai berapa lama lagi saya lancar nyetir? Wallahualam.

Y(OUR) High School Never End !



Jadi ceritanya tadi saya habis blogwalking gitu, nggak sengaja baca-baca postingan tentang masa-masa sekolah. Tsailaaaah ;p Daaan jeng jerejeeeng, hasil blogwalking tadi jadi sukses bikin saya kangen masa sekolah, yang tanpa sedikit beban. Huhuuuu.
Terutama tiga tahun di SMA yang berasa singkat bangeeet, tapi dalem. Hampir semua orang pasti setuju deh kalo waktu-waktu SMA kalian itu berkesan banget, nggak cuma saya aja yang ngrasa gitu. Iya kan? Iya kan? Pasti iya dong *maksaaaa
Jadi kenapa SMA ? Kalo menurut saya ini loh, feel di SMA dapet banget karena banyak fase seru yang kita jalani di masa itu. Fase perpindahan dari anak-anak ke dewasa (iya nggak ya?)
Dan saya  bersyukur menghabiskan masa SMA saya di lingkungan yang ..yaaah overall good enough lah yaa. Hahaha.
Sepanjang riwayat daftar sekolah dari TK sampai SMA, saya nggak pernah punya kepengenan macem-macem. Semua-muanya nurutin kata orangtua. Sama kayak waktu SMA dulu, akhirnya saya nurutin kata orangtua buat daftar ke SMA 3 Semarang. Alhamdulillah, ketrima. Jadilah pada saat itu, saya (harus) jadi anak rajin yang tiap hari jam 6 pagi udah siap-siap berangkat ke sekolah. Secara sekolah saya ada di tengah kota dan rumah saya ada di pinggiran begini. Kalo mau berangkat harus nglewatin tiga turunan, pulang nglewatin tiga tanjakan Saudara-Saudara! Awalnya berasa “Ya Allah, sekolahku jauh bangeeet ngeet ya..”, lama-lama jadi wes biasaaaa.
Jadi, saya mau sedikit review perjalanan dari kelas X sampai kelas XII yaaa (yang sudah berlalu sekitar lima tahun lalu) *waah saya udah tua yah berarti :(
1.       X – 6
Ini kelas perdana saya, dengan jumlah siswa sekitar 40an lebih. Banyak ya? Iya. Rame pasti? Lumayan. Waktu jaman saya jadi siswa baru dulu, (yaelaaah jaman? Jaman prasejarah?) MOS di SMA 3 nggak aneh-aneh kayak SMA lainnya. Di saat SMA lainnya disuruh bawa air minum warna-warni, kuncir rafia warna-warni, atau pake tas karung goni, seinget saya sekolah saya Cuma suruh siswa baru bawa cocard yang bertuliskan identitas masing-masing. Terus, dalam waktu beberapa hari MOS setiap kelas akan dipandu kakak pembimbing dari OSIS untuk mengikuti MOS yang isinya perkenalan subsie-subsie yang ada di sekolah, dan jumlahnya ada banyaaaak banget. Kalo nggak salah mungkin ada sekitar 35an kali ya. FYI, subsie adalah sebutan ekstrakurikuler di sekolah saya, setiap subsie akan dipimpin seorang kasubsie yang bertanggungjawab terhadap jalannya subsie tersebut. Bayangin aja, ada sekian banyak subsie yang bisa jadi pilihan kamu, mulai dari yang berbau bela diri, olahraga, seni, jurnalistik sampai subsie yang judulnya keputrian-pun ada. Jadi nggak mungkin kalo minat dan bakatmu nggak tersalurkan di sini ;)
Hari terakhir MOS ditutup dengan pentas seni yang harus ditampilkan tiap kelas. Intinya kami dituntut untuk kompak walaupun baru beberapa hari kenal, dan nyatanya bisa kok. Jadi intinya menurut saya nggak perlu pake gojlokan aneh-aneh segala macem untuk menciptakan kekompakan kan J
Kelas X saya ini seruu, temen-temennya putra putri terbaik dari berbagai daerah :p ; Ungaran, Purwodadi, Kendal, etc. Jadi nggak berasa yang rumahnya paling jauh sendiri, hihii. Ada banyaaak event yang kami lalui bersama *ceilaaaah, seperti contohnya classmeeting (standar), GPLA (Ganesha bla3x semacam kemah bersama di ekstrakurikuler pramuka), Ligasha (Liga Ganesha), ambil rapor bareng, drama bahasa indonesia bareng, sampai demo bareng (kalau ini disuruh ikutan sama kakak kelas).
Kalau untuk pelajaran di kelas sendiri..omaigaaaat tugasnya nauzubillah, soal-soal ulangan, uts, uas abrakadabra syusaaaahnya. Entahlah, mungkin karena baru penyesuaian jadi anak SMA atau memang benar kata orang-orang kalo guru-guru SMA 3 hobi bikin soal yang susah-susah :/ Ulangan matematika dapet nilai 4 atau 5 jadi biasa....karenaa....kamu nggak sendiriaaan! Karena yang lain juga pada dapet segitu. Hahaahaa
2.       XI -IA 4
Cuuus langsung ke kelas XI aja, soalnya kalo masih bahas kelas X nggak akan selesai-selesai, karena high school never end ;p Kelas XI ini udah mulai masuk penjurusan, pada saat itu Cuma ada pilihan IPA dan IPS. Kelas bahasa ga dibuka, padahal sebenernya ada beberapa teman yang berminat, tapi mungkin karena ga terlalu banyak peminat akhirnya Cuma dibuka 11 kelas IPA dan 2 kelas IPS. Apa? Cuma 11 kelas IPA? *banyak banget kali ituuu. Iya, karena satu angkatan saya juga jumlahnya tidak kepalang banyaknya, sekitar 500an orang *halaaah
Kelas XI saya ini..nggg....krik krik krik. Kalau kata guru saya lautan kacamata, karna anak cowoknya berkacamata semua. Hahaha. Kalau kelas lain punya problem dimarahin guru karena ke’ramai’annya, kalau kelas saya karena ke’suwung’annya. Sampai-sampai guru matematika saya bilang, “Kalian ini sarapan bubur ya? Letoy banget,” Hah! Jleb jleb gitu deh. Saya sempat agak frustasi juga sama kelas ini, secara anak-anaknya rajin banget, kalo jam kosong bukannya rumpi, ke kantin, atau baca novel gitu..tapi...pada belajar.. Dan pada saat kelas XI itu, yang notabene anak SMA lagi seneng-senengnya (baca: nakal-nakalnya), saya juga lagi hobi diharuskan sering cabut pelajaran, karena jadi pengurus di salah satu subsie yang harus ngurusin segala macem event dsb. Ini cabut resmi loh, ada surat ijinnya. Agak desperate dan nggak rela juga sih, kalau harus cabut jam pelajaran sementara itu temen-temen sekelas saya yang super rajin pada masih duduk manis mendengarkan guru di kelas. Mereka tambah pinter, saya ketinggalan pelajaran dong. Huuufft. Untungnya saya nggak sendirian, walaupun anak organisasi di kelas saya cukup sedikit tapi seenggaknya ada temen senasib deh. Lalu apakah saya menyesal dengan keadaan yang membuat saya harus dikit-dikit cabut, dikit-dikit cabut? (baca: meninggalkan jam pelajaran). Jawabannya, big no no. Hahahaa. Pertama, karena lumayanlah bisa jalan-jalan ke luar kelas ga mikir pelajaran terus, hehe. Kedua, banyaak yang saya dapatkan di luar soal teori dalam kelas. Come on guys, real life not only about theoritical in class .Padahal sebenernya ketagihan cabut di sekolah.
3.       XII – IA 9
Finally, ini dia kelas terakhir gerbang menuju kelulusan SMA! Seperti biasa pembagian kelas diumumkan H-1 hari pertama masuk sekolah. Setelah mencari-cari ternyata saya masuk ke kelas yang hampir bontot, dengan ruang kelas ada di sayap kiri bagian depan paling pojok dan deket ruang BK. Jadi kalo ada apa-apa gampang nyeretnya ke BK. Hahaha. Kelas XII ini standar kelas anak SMA lah. *maksudnya?  Maksudnya yah kelas yang wajar-wajar aja gitu, nggak terlalu rame, nggak terlalu sepi. Hehehe. Yang paling bikin berkesan sama kelas ini adalah jeng jeng jeng...pelajaran biologi. Ada apakah dengan pelajaran biologi? Jadi wali kelas saya di kelas XII ini adalah guru biologi. Berhubung saya tipe orang yang lemah biologi, saya selalu berusaha amat sangat bersungguh-sungguh dan perhatian sama pelajaran satu ini. Berikut kronologis ceritanya bareng temen sebangku saya, Windy.
Ibu Guru Biologi : “Jadi begini anak-anak, DNA zzzzzz......”
Saya                       : “(manggut-manggut merhatiin)”
5 menit kemudian,
IGB                         : “Jadi, zzzzz....”
S                              : ”(nguap)”
5 menit kemudian,
IGB                         : “Zzzzzzz...”
S                              : “Wind, aku nggak mudeng...”
Windy                   : “Sama..”
5 menit kemudian,
IGB                         : “................”
S                              : “Mbuh ah (sambil nyoret-nyoretin buku bio)”
Selalu begitu berhari-hari, dan bukan hanya saya yang merasakan itu. Sampai-sampai teman-teman sekelas saya minta ke kepala sekolah untuk mengganti guru biologi tadi, tapi berhubung udah deket ke kelulusan bapak kepala sekolah saya yang baik hati itu tidak bisa mengabulkan permintaan kami. *maafkeeeuun saya ibu guru biologi, tapi saya bener-bener nggak ngerti apa yang ibu ajarin T.T

Woosh, udah cukup panjang nampaknya. Last but not least, saya bersyukur diberi kesempatan menghabiskan 3 tahun masa SMA saya di sini. Dikelilingi banyak teman dengan isi kepala yang hebat! (isi kepala?-_-) Dengan beragam pemikiran yang mengajarkan saya banyak hal baru, hal asik, dan hal seru. Heuheuuu.

Berikut saya lampirkan foto-foto jaman SMA yang kebanyakan dokumentasinya sudah musnah karna kesimpen di komputer lama yang udah rusak :(
Ceritanya jadi putri-putrian pake property drama bahasa inggris

tim futsal classmeeting XII IA 9

ini niat banget ikutan lomba foto kelas Agustusan

detik-detik menuju try out atau uas atau uan ya?

horeeee kami lulus loh!

Note:
Catatan ini dibuat semata-mata agar penulis tidak lupa rasanya jaman SMA :|