Get me outta here!

Selasa, 27 Desember 2011

Mungkin rasanya tertambat rancu kalau aku bilang rindu. Atau terpikir tidak seharusnya mengumbar narasi imajinatif, yang kugantungkan tepat di atas tangkai halusinasi. Dan kini mungkin sudah berubah haluan.
Memang janggal memampatkan rasa tanpa tahu kepada siapa. Kepada kamu yang sempat aku perbincangkan denganNya. Dan kini, kian lirih aku menerka teka-teki yang sempat Dia bilang belum saatnya. Seperti origami seribu bangau yang menari merunduk tepat di atas langit-langitku..menggantung.
Teruntuk kamu. Iya benar kamu, kamu yang sudah dipersiapkan dalam masa depanku.
-Wandhansari Sekar

Minggu, 27 November 2011

Ini yang saya dapat

Beberapa bulan terakhir ini, saya sibuk keliling instansi pemerintahan yang ada di kota semarang dalam rangka survei untuk bahan penelitian dosen saya. Jadi, berdua dengan teman saya, saya masuk ke satu dinas ke dinas lainnya untuk "berburu" responden yang dapat mengisi kuesioner yang telah disediakan.

Pada awalnya, sistem "pencarian" responden ini dilakukan melalui komunikai telepon dan email, karena dibutuhkan responden dari seluruh indonesia. Tapi ternyata ekspektasi jauh dari kenyataan, dari banyak jumlah responden yang berhasil ditelepon dan menyatakan kesediannya, ternyata hanya sedikit kuesioner yang kembali. Akhirnya kami "banting setir" dengan cara langsung mendatangi responden di sela-sela waktu kuliah kami. Saya pikir, lumayanlah buat cari pengalaman baru, biar kenal sama orang dinas (siapa tahu nantinya saya butuh beliau-beliau ini), melatih "keberanian" (intinya muka tembok aja deh, nanya sana sini, dilempar sana-sini), dan biar nggak ngendon di kampus terus di semester tingkat atas ini. Sudah cukup rasanya hampir 3,5 tahun saya berkutat di dunia perkampusan melulu, haha.

Dari hasil muter-muter kota semarang ternyata semakin membuktikan bahwa ingatan saya tentang jalanan di kota yang sudah saya tinggali kurang lebih 17 tahun ini masih cethek alias dangkal. Udah nggak keitung berapa kali saya nyasar dan nggak nemuin alamat dinas yang mau saya datengin.

Macem-macem cerita yang "aneh-aneh" udah saya dapet, mulai dari disuruh ketemu bapak ini, bapak itu, naik lantai 2, turun lagi lantai 1, balik lagi ke lantai 2, digalakin satpam, diceramahin bapak dinas, sampai dikira jualan tas gara-gara saya bawa tas buat cenderamata.

Tapi di luar itu ada beberapa sekilas percakapan yang entah kenapa sampai sekarang masih terasa menggelitik saya.

Percakapan 1

Bapak Dinas X : "mahasiswa ya dek?"

Aku : "iya pak"

B. D. X : "dari fakultas mana?"

A : "saya dari teknik pak"

B. D. X : "loh perempuan kok masuk teknik?"

A : "(memangnya perempuan nggak boleh jd insinyur?)"

Percakapan 2

Bapak Dinas Y : "mahasiswa dari jurusan apa mbak?"

Aku : "saya dari TI pak"

B. D. Y : "udah semester berapa?"

A : "semester 7 pak"

B. D. Y : "wah,udah mau lulus berarti. kalo udah lulus mau kerja di sini nggak (baca:kerja di dinas X)"

A : "(senyum2 doang)

B. D. Y : "nggak mau ya mbak? mahasiswa itu idealismenya tinggi ya. tapi biasanya setelah lulus kuliah bingung mau kerja di mana"

A : "...."

Dari semua yang udah saya alami, kesimpulan saya mengumpulkan data itu susahnya bukan main. Walaupun mungkin yang sedang saya dan teman-teman saya kerjakan sekarang memang setingkat bahan penelitian untuk disertasi yang tentu saja tingkat kesulitannya jauh di atas tugas akhir, tapi tetap saja saya jadi "deg-degan" masalah TUGAS AKHIR. Entah kenapa kepencet caps lock waktu harus ngetik TUGAS AKHIR.

Oke TA..See you soon, be nice yaa my dear, pleasee. you're my first hope to make my parents proud of me.

Kamis, 24 November 2011

November kali ini



Aku masih memilin ujung kemejaku, dan kemudian tersadar ini sudah di penghujung November.
Mungkin kamu tak tahu, bagaimana sukarnya meramu bauran rasa menjadi suatu yang terekayasa.
Aku hanya menggumam kecil, berdehem, dan kemudian yang terdengar derit perih yang menjerit.
Bisa saja kamu pikir, kataku hiperbolis.
Aku tidak mengelak..kamu tahu kenapa?
Karena ini sudah di penghujung November.
Jika sampai perpisahan mengucapkan salamnya, katakan saja, semoga masih ada November berikutnya.

-Wandhansari Sekar

Sabtu, 19 November 2011

Lihat saja, aku yang akan menang

Aku sudah bosan meracau. Dengan tidak sadar membiarkan serentet pikiranku berjalan ke sembarang arah. Sudah, berhentilah mengiba pada takdir. Bertekuk pada ego dan pengandaian seperti mereka. Mungkin aku sudah lupa rasanya menyulut nadir idealism. Atau mungkin aku sengaja mengabaikan sepetak alasan yang aku pikir sudah berubah menjadi gertakan. Barangkali memang sudah saatnya meluber tumpah, bukan karena terpeleset tapi memang aku yang diam-diam membantingnya. Akhirnya aku tetap mengendap, berpindah mengamati barisan benang ruwet yang siap menunggu giliran dibuka simpulnya. Tapi masih tetap kosong, jadi sia-sia rasanya menelan berjam-jam statistika di depanku. Cukup, dan aku tidak akan mengalah lagi. Ketika sedang payah dan tak sempat terkatakan. Bukan khayal untuk menjadi manusia tangguh.

-Wandhansari Sekar-

Sabtu, 12 November 2011

A Letter to Rain

Dear Mr. Hujan,
Kalau kau lewat malam ini
Tolong sampaikan salamku padanya
Lewat aroma basah tanah yang kau punya
Meskipun terasa terabaikan
Tapi jemu itu tak pernah singgah
pun hanya 5 detik sekalipun
Kemudian aku berkhayal dapat menahan dentang waktu
dan lagi-lagi aku teringat oleh pilu yang merindu

Sincerely,
Wandhansari Sekar

Kamis, 27 Oktober 2011

Sebenarnya Kita

Sebenarnya kita sudah saling berpapasan
sebelum akhirnya aku dan kamu terpisah
oleh kilometer jalan yang berkelok
memilih setapak langkah masing-masing
demi idealisme yang kita pilih sendiri

Sebenarnya kita sudah saling bertukar kata
walaupun cukup lama meregang
terlarut dalam alir pencapaian tujuan

Dan saat akhirnya waktu kembali menyapa
aku dan kamu kembali berbincang
mengingat bulir dahulu
menyanjung ekspektasi masa depan

Aku melihatmu jauh di sini
dengan sudut pandangku yang berbeda
bukan terdefinsi sebagai pesona yang dulu kamu tahu
tetap tersimpan rapi, di sini, terkamuflase agar kamu tak tahu

dan lewat kilas yang terbuka
aku tahu tersirat sandi yang sama
tapi bagiku hanya keindahan semu
kemudian hambar
she is not me

lovely drizzle,23102011


Selasa, 20 September 2011

Biar Dia Redup Dahulu


Biar kini elang menatap bias wajahnya
Menyulut percik pesona yang terjaga
Biar redup itu mati seutuhnya
Karna kelak kembali terang oleh ronanya
Tanpa bekas lalu, tanpa bekas lalu

Gertak malam memulai ceritanya
Menghabiskan waktu,hingga fajar beranjak menjemputnya
Ia tak menyanggah lagi,
Ketika sekilas dalam sang bayu
Melangkah dgn anggunnya,
Tergiring di sudut tak tercapai
Karna dia mulai percaya,dia percaya

Jaga cahanyanya, jangan sampai redup kembali
19092011

Sabtu, 17 September 2011

Saya Pernah Gagal tapi Tidak Gagal dalam Menyelesaikannya


Tiba-tiba saya ingat kejadian yang bener-bener ga bisa saya lupain sekitar 3 tahun lalu.

Yaap kejadian yang berkesan dan menoreh luka cukup dalam bagi saya. Saat itu saya merasa GAGAL saudara-saudara. Yaak GAGAL! Entahlah mungkin terasa berlebihan, tapi bagi saya, saat itu saya merasa gagal sebagai seorang siswa, sebagai seorang anak, dan yang paling nancep di ati, gagal sebagai diri sendiri yang seharusnya bisa mendapatkan apa yang telah saya cita-citakan sejak lama. Saya gagal masuk ke universitas yang saya inginkan. Oke. saya tahu bukan cuma saya yang pernah mengalaminya, tapi mungkin sebagian besar mahasiswa pernah mengalaminya. Tapi bagi saya, hingga saat ini itu adalah kegagalan terbesar saya. Saya sudah merancang dan menata mimpi saya itu sejak lama. Bahkan sebelum saya mengenal SMA.

Saya membangunnya bukan tanpa doa dan usaha, 6 hari dalam seminggu saya belajar di sekolah belum cukup, sore pulang sekolah belajar di bimbel. Cukup sampai di situ? Tentu aja nggak..tiap hari minggu pun tempat bimbel saya jabanin buat ikut intensif. Persetujuan tempat kuliah dari ortu? Udah acc. That’s so amazing. Saya nggak nyangka bakal dapet ijin itu, mengingat “saklek”nya ortu saya. Fasilitas dari ortu? Itu jg udah saya dapet, buku-buku soal snmptn dan um saya punya komplit. Doa dikencengin, solat tahajud tiap malem meminta kemudahan. Tiap try out selalu selalu dan selalu berusaha naikin passing grade. Dan saat try out yang terakhir, passing grade yang berhasil saya dapet jauh di atas persyaratan. Alhamdulillah.

pas saatnya UM beneran tiba, jeng jeng...gatau kenapa rasanya buyar semua, sebenernya ga buyar sih, tp saya emang ga bisa ngerjain, entah kenapa. Pasrah. Dan hasilnya memang..GAGAL..

Terus saya nyerah gitu aja? Nggak. Saya masih keukeh ikutan SNMPTN, padahal kuota yang diterima lewat jalur itu ga bakal lebih dari 10 orang. Dan pada saat itu, status saya sudah diterima di universitas lain yang seharusnya saya dilarang buat ikut-ikutan snmptn segala. Oke. Mungkin kelihatannya serakah atau apalah. Tapi gimana sih kalau mimpi yang kita bangun susah payah bertahun-tahun harus kandas seketika dalam sehari, setelah proses lama yang kita lalui dan tiba-tiba harus kita relakan mereka pergi. Rasanya tu yaa, kayak kelempar dari atas pesawat, guling-guling dari atas bukit, trus kelelep dalem samudra hindia, dan akhirnya masuk perut hiu. Yang paling buat saya nyesel kenapa saya nggak bisa padahal dulu ortu saya berhasil dengan fasilitas yang “seadanya”.

Apakah akhirnya saya diterima di universitas yang saya inginkan? TIDAK. Walaupun mungkin saya merasa soal ujian snmptn yang diberikan dapat saya kerjakan dengan baik.

Saya inget, waktu perkenalan di kelas conversation LIA. Seorang teman bertanya setelah saya memperkenalkan diri dan menyebutkan jurusan dan universitas tempat saya belajar, "is it(kuliah saya) your first choice?". Dan saya menjawab "actually. I want to continue my study in *** university. I joined UM, but the university rejected me. Then i joined snmptn, and the university still rejected me for the second times". Pengakuan diri yang polos bukan?

Pada awalnya memang saya belum ikhlas untuk melepas cita-cita saya. Tapi sekarang saya bersyukur, saya bersyukur dengan poin-poin kecil yang saya miliki yang membentuk sebuah keberhasilan besar bagi saya. Saya pernah berpikir, mungkin kalau saat itu saya berhasil mendapatkan apa yang saya cita-citakan, saya nggak ada di sini, mungkin saya ga bakal tamat kelas conversation, mungkin saya ga akan pernah jadi pengurus himpunan, mungkin saya ga akan jadi asisten lab, mungkin nilai-nilai saya ga sebagus saat saya di sini, atau mungkin-mungkin yang lainnya.

Mungkin saya memang gagal memetik hasil yang saya inginkan “manis rasanya”. Saya pernah gagal, tapi bukan berarti saya gagal dalam perjuangan yang saya lakukan. Karena saya berhasil menyelesaikan proses pencapaian mimpi saya bukan dengan mengakhirinya di tengah jalan. Dan akhirnya jika impian saya yang dulu tidak diijinkanNya, saya sudah siap dengan impian-impian saya selanjutnya.

In memorial

agustus 2008