Penghujung 2013 ini saya tutup dengan banyak hal baru yang
sudah saya alami. The first time I got my
full time job, the first time I gave my resign letter to my boss. I quit. Yes,
2013 saya diawali dengab kepindahan saya di sebuah kota industri di arah barat
untuk bekerja full time pertama kalinya setelah saya menyelesaikan S1. Dan
penghujung 2013 ini saya tutup dengan memutuskan mengundurkan diri dari tempat
kerja saya. Then, you all guess I will
look for another better job, with much more salary? Nope. I decide to take my
master program.
Keputusan untuk kuliah lagi sebenarnya nggak segampang itu
saya ambil, walaupun orangtua mendukung sepenuhnya. Saya sempat mengalami
pergejolakan batin yang luar biasa, singkatnya kebimbangan wanita usia 20 tahunan
tentang apa yang harus dilakukannya. Today,
tomorrow, the day after tomorrow and so on. Yaelaaaah galau bangeet guaaa.
Sometimes, you can't
explain something..because...urgggh..yaah you knowlah (harap dimaklumi perasaan
perempuan yang sedang mencari arah tujuan hidupnya ini)
Jadi girls, kalau
kalian yang sudah lulus kuliah lagi seneng-senengnya karena baru aja diterima
kerja di perusahaan yang bonafit, ingaaat ini belum akhir segalanya, the problems have never ending. Siapa
tau beberapa dari kalian sama aja kayak saya yang mengalami pergolakan hati.
Huahahaha. Saya bilang beberapa loh ini, jadi ga menutup kemungkinan beberapa
lainnya akan merasa adem ayem tentram bahagia sejahtera sepanjang masa. Aamiin.
I quit, not because i
didn't love my job anymore. Pekerjaan saya sebagai seorang buyer membuat saya harus bertemu dengan
banyak orang setiap hari dengan berbagai karakter, yang awalnya masih kaku
malu-malu, lama-lama jadi lebih luwes dan malu-maluin. Gimana saya nggak
suka sama pekerjaan saya, kalo dari situ saya belajar banyak hal, skill pergaulan saya bertambah (apapula
ini skill pergaulan), dan nggak
jarang bahkan supplier-supplier itu
yang ngajarin saya tentang "bagaimana bekerja", bukan mereka sebagai partner business melainkan sebagai
seorang senior ke junior, berhubung saya fresh
graduated. I really thank to you all
for teaching me how hard life is. People
come and go, begitu juga sebelum saya akhirnya resign, saya sempat mengalami pergantian supplier karena supplier
saya sebelumnya resign. Apa yang saya
rasakan? Sedih. walaupun baru kenal beberapa bulan, gatau kenapa saya merasa
kehilangan beliau. Dan randomnya, kalo saya resign
pada sedih nggak ya? Hahaha.
Then time flies fast,
saya kembali berpikir apa iya "tempat" saya di sini? Berhubung saya
adalah tipe pemikir, terplanning dan
terorganisir, komplitlah yang membuat saya semakin bingung untuk apa saya
berada di tempat tersebut ? dan sampai kapan ? Pertanyaan pertama jawaban
simpelnya adalah ngumpulin duit. Terus buat apa? Saya merasa hambar dengan
rutinitas kantor berangkat pagi, pulang malam setiap hari. Kalau mau jujur,
kalau masih mengusung konsep idealisme (entah itu termasuk idealis atau bukan),
cita-cita saya untuk kehidupan jangka panjang saya bukan di situ dan seperti
itu, seperti yang pernah saya tulis di sini. Nah, itu yang bikin saya
nggak bisa jawab pertanyaan kedua, karena dari awal sampai sekarangpun saya
berharap Allah tidak memilih tempat di sana untuk rumah saya (ya Allah maafkan
hambaMu yang terlalu banyak permintaan). Kemudian setelah saya bertapa di goa
kamar kos, tanya sana-sini, browsing
sana-sini, termasuk baca ini, akhirnya saya memantapkan diri untuk
mengajukan resign, yang lalu disusul
dengan pertanyaan-pertanyaan klise, kenapa? Mau ke mana? Mau ke perusahaan
supplier ya? Atau banyak yang iseng nanya, mau nikah ya?
Karena mungkin terlalu terplanning itulah..saya pikir I
work not for today, I work for my long term life. Saya bukan tipe
spontanitas yang bisa dengan santainya
mengubah hidup mereka secara spontan, melompat cantik dari satu pekerjaan ke
pekerjaan lainnya.
Pendidikan itu investasi jangka panjang, investasi paling
aman, mau sampai kapanpun “harta” yang kamu dapet dari sekolah itu nggak
bakalan habis atau dicuri orang. Yang diaplikasikan pun nggak melulu
teori-teori buku yang dipelajari dari kelas, tapi juga bagaimana membangun
sistem berpikir untuk hal-hal lainnya.
Mumpung ada kesempatan pikir saya, toh apa yang pengen saya
lakukan adalah suatu kebaikan juga, kenapa harus ditunda. Karena saya nggak
yakin juga kalo udah berkeluarga nanti semangat kuliah saya masih bisa membara
kayak ibu-ibu hamil atau bapak-bapak paruh baya yang kemarin tes barengan sama
saya. Hukss.
Jadi, selama bertapa tadi, saya pikir bener-bener tuh apa
yang jadi tujuan saya. Berhubung saya ambil kuliah Multi Criteria Decision Making, saya ambil keputusan nggak hanya
berdasar satu “kriteria” aja. Karena tujuan saya adalah balancing of life (yang terinspirasi dari ibu saya tentunya), saya
petakan kriteria apa saja yang mau saya balance-kan;
materi, waktu, passion, cita-cita,
pahala (saya nggak tahu pake kata apa deh untuk menggambarkannya, pokoknya
gituu). Ex : saya nggak mau banyak uang tapi nggak punya waktu. Pengennya sih,
banyak uang banyak waktu. Hehe..tapi karena saya sadar segala sesuatu itu ada trade off-nya maka ya begini yang saya
pengen. Dan di angan-angan saya sekarang (huhuuu, masih sebatas angan-angan), kuliah lagi itu adalah batu loncatan saya
menuju kriteria tujuan hidup saya yang banyak tadi.
Saya sadar dengan kuliah (lagi) nggak menjamin apa yang saya
pengen berjalan lancaaar jaya kayak jalan tol, mungkin aja macet kayak jalan
tol di Jakarta.
Ditambah lagi dengan melihat kenyataan saya harus merelakan
nominal rupiah yang dulu rutin singgah di rekening tabungan saya...sudah tidak
ada lagiii L
Ketika teman-teman sebaya saya dengan penghasilan dari full time job mereka udah
bisa jalan jajan santai semau mereka, saya harus bisa hemat bin ngirit. Ketika
beberapa tahun lagi mereka sudah punya posisi yang settle di perusahaan, saya
masih belum tahu nasib saya gimana. Daaan dibandingngkan mereka, saya akan ketinggalan
start nabung untuk nikah masa depan tentunya. Tapi
yaa sudahlah, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.
Pada akhirnya setiap pilihan pasti ada konsekuensinya, entah
baik menurut kita, atau sebaliknya, buruk menurut kita. Tapi saya percaya apa
yang terjadi atas kehendak Allah itu selalu baik guys, walaupun kamu baru
menyadarinya pada waktu yang kesekian. Yang terpenting saya sudah selangkah
lebih maju, bukan stuck di tempat, menyerah begitu saja padahal masih ada
kesempatan untuk mengejar apa yang kamu mau. Saya percaya, Tuhan juga akan
luluh pada hambaNya, for everyone who always be persistent, keep trying and
praying.
Postingan yang saya buat ini, sebagian besar semata-mata
mengandalkan ke-subjektifititas-an diri saya loh..jadi kalau ada yang nanya
pekerjaan apa yang ideal untuk wanita? Jawaban bijak versi saya adalah depend on the person, the woman.
Btw, kalau dibaca lagi tulisan saya ini ngak jelas, ngalor
ngidul gitu yaa, bodo ah, saya cuma mau “mengarsipkan” apa yang lagi saya
rasakan. Biar kalau lagi “jatuh” saya jadi inget apa yang udah pernah saya
lakukan sampai sejauh ini.
Bismillah.
P.S : I’d like to thank to my best discussion partner.
I feel blessed to have you, mom. Supermom untuk keluarga, Superwoman untuk lingkungannya. It seems like I want to be like her. Sederhananya, kalau ada yang tanya cita-cita saya apa? Saya jawab jadi seperti
ibu aja deh yaa. Hahaha.
you have to try your best wherever you are |
2 komentar:
Nice story... dan makasih udah baca blog saya... :D
My pleasure :)
Terimakasih untuk berbagi pikirannya juga ya.
Posting Komentar