Dear kamu,
Tahukah kamu?
Terkadang pikiranku bermain dalam sela menembus diamku.
Kemudian mengamati gambar kita menikmati kopi favoritmu sembari mendengar irama gertak hujan.
Tanpa krim katamu lima menit lalu, tapi sekarang garis di wajahmu berkata terlalu pahit sambil tetap menenggak kopimu.
Aku terbahak, kamu meringis memperlihatkan deretan gigimu yang berbaris rapi.
Tak pernah berubah, lebih dari sekedar manis kataku.
Mungkin itu sebabnya kamu mampu menahan pekatnya rasa, lewat senyummu, dan aku sudah hafal itu. Haish..
Tahukah kamu?
Aku tidak pernah bosan menikmati hujan bersamamu.
Dengan semua caramu membuatku berderai tawa.
Dengan tingkahmu yang membuat aku berharap terlalu meletup-letup tentang kita.
Tidak sekedar jatuh ke tanah seperti air hujan kesukaanmu, tapi menembus doa yang kuramu lalu teraduk rindu.
Tahukah kamu?
Sesekali ingin rasanya aku belajar melafal mantra millikmu.
Agar bukan hanya hatiku saja yang berderak.
Tapi katamu tak perlu, hatimu akan selalu berkata aku tanpa rapalan apapun. Haishh..
Ingatkah kamu?
Aku sempat bilang hanya cinta pada mendung dan terlalu repot dengan tirta.
Tapi kini aku rindu hujan, rindu untuk menumpahkan lukisan tentangmu.
Aku tergugu, erat mengatupkan jemari pada secangkir kopi hangat favoritmu.
Ah, aroma kopi dan basah tanah, perpaduan yang pas menurutmu. Kalau katamu lebih dari sekedar manis.
Seperti kamu dalam memoarku.
5 menit saja, atau kalau boleh aku minta satu jam lagi..berharap hujan kali ini dapat menahanmu lebih lama untuk tidak pergi.
Sincerely,
Wandhansari Sekar
0 komentar:
Posting Komentar